PMZ; Zaman Permulaan Magau dan Islam di Palu Tanah Kaili

PMZ; Zaman Permulaan Magau dan Islam di Palu Tanah Kaili

This is the free photo or picture example named PMZ; Zaman Permulaan Magau dan Islam di Palu Tanah Kaili for OffiDocs app Gimp, which can be considered as an online image editor or an online photo studio.


TAGS:

Download or edit the free picture PMZ; Zaman Permulaan Magau dan Islam di Palu Tanah Kaili for GIMP online editor. It is an image that is valid for other graphic or photo editors in OffiDocs such as Inkscape online and OpenOffice Draw online or LibreOffice online by OffiDocs.




\t
\t
\t
\t
\t
\t
\t
\t
\t
\t
\t
Diriwayatkan kembali Pue Nggari berasal dari satu rumpun bambu yang bernama Palu. Mungkin asal dari kata inilah, tempat dimana Palu dinamakan. Ceritra tentang hal ini, bertentangan dengan riwayat lain yang menyatakan bahwa Pue Nggari berasal dari satu keturunan pada zaman purba. Tidak disebutkan nama turunannya zaman ini, yang jelas pasangan suami istri zaman purba.
Masyarakat Kampung Limboro di bawah Pue Nggari ke sebuah pertahanan baru. Dari bagian Barat, utamanya masyarakat Kampung Bente-Lewo di Pegunungan Ulayo, diberangkatkan ke tempat rendah, membentuk Kampung Pogego pada sebalah Barat rumah Magau Palu ini.
Dari Pue Mputi diriwayatkan lagi sebagai berikut : Pamannya bernama Baligau yang tinggal di Lando Pegunungan. Pada suatu hari masyarakat mengadakan pesta besar di Bone, dekat Tatanga. Pue Mputi dan keluarganya ikut hadir di pesta itu. Di kesempatan ini, Pue Mputi masuk diarena Rego. Ia begitu asyik morego (tarian melingkar), hingga anaknya yang sedang menagis tak dihiraukannya. Suaminya (Pue Nggari) marah, mencaci-maki, ketika melihat anaknya sedang menangis. Makian Pue Nggari pada istrinya Pue Mputi berbunyi : Sola Pale \u2026.! (kudis tangan). Pue Mputi mendengar makian suaminya itu, ia merasa malu bercampur kesal, kemudian melompat ke sungai menghanyutkan dirinya ke laut. Masyarakat sekitarnya berusaha menolong Pue Mputi, mengikuti dengan perahu. Pue Mputi terbawa timbul tenggelam di permukaan air. Ketika masyarakat hendak menolongnya, ia pun menghilang seketika. Akhirnya, disepanjang aliran sungai dibuat pejagaan-penjagaan, agar Pue Mputi dapat ditemukan kembali.
Kodi Palo (Lamakaraka) digantikan cucu perempuannya sebagai Magau, bernama Tandapoa, anak dari Suralemba. Tandapoa kawin dengan Tawagau dari Boya Tonggo, sebuah tempat yang terletak di dekat Palu. Seorang anak perempuannya, Dei, kawin dengan Madika Lero, saudara dari Suralemba.
Silsilah Magau Biromaru dan Palu menurut M.T. Abdullah dalam bukunya Mengenal Tanah Kaili, menggambarkan dalam skema seperti ditampilkan pada halaman berikut :






SILSILAH RAJA BIROMARU DAN PALU



Mangumpulemba (\uf080) \uf0f3kawin\uf0f3 \tDei Intorolanda (\uf083)
Madika Pevunu\t\t\tMagau Biromaru



\tPue Endjola (\uf080) \uf0f3kawin\uf0f3\tDatomaria (\uf083)
\tMadika Pevunu\tMadika Palu



Lamakaraka/Tondatedayo (\uf080) \uf0f3kawin\uf0f3 \tSitimanuru (\uf083)
Magau Palu\t\t\t\tMadika Labua



\tSuralemba (\uf080) \uf0f3kawin\uf0f3\tDeidonggala (\uf083)
\t\t

\t\t
\t\tYodjokodi (\uf080)
\t\tMagau Palu



Parampasi (\uf080)\uf0f3kawin\uf0f3Hi. Indocenni\tParausi (\uf083)\u2026?\tIdjasa(\uf080)\uf0f3kawin\uf0f3Impero(\uf083)
Magau Palu \t Pettalolo(\uf083)\t\t \tMagau Palu\t Madika Labua



Baso Parenrengi (\uf080)\t\t\tBaso (\uf083)
Andi Wawo (\uf080)\t\t \uf0f3 kawin \uf0f3\tDjanggola (\uf080)
Andi Tjatjo (\uf080)\t\t\t\tItei (\uf083)
Adri Tangkau (\uf080)\t\t\tDjuri (\uf083)
Andi Wali (\uf083)\uf0f3 kawin \uf0f3\t\t\tTodi (\uf083)
Andi Tase (\uf083)\t\t\t\tTodji (\uf083)
Anri Turu (\uf083)
Anri Ratu (\uf083)\uf0f3 kawin \uf0f3\t\t\t\t\t\t Tjatjo Idjasa(\uf080)
\t\t\t\t\t\t\t\t Magau Palu
Andirotja Dj. (\uf080)
Andibarun Dj. (\uf080)
Djamarro Dj. (\uf083)





\t\t\t\t

\t
\t
\t

\t\t\t
\t
\t
\t
\t\t
\t
\t
\t
\t\t
\t\t

\t\t
\t\t\t \t\t

\t\t\t
\t\t\t
\t\t\t\t
\t\t\t
\t\t\t
\t\t\t\t
\t\t\t\t\t\t
\t\t\t\t\t\t\t\t
\t
\t
\t
Dalam silsilah Kruyt dikatakan, Suralemba mempunyai 2 anak yaitu Tandapoa dan Mangge Irisa (Magau Moili) yang kemudian digantikan oleh Yodjokodi (Toma Isima). Menurut silsilah dari M. Dj. Abdullah bahwa, Yodjokodi anak dari Suralemba dan Dei Janggola. Sedangkan dalam silsilah Banua Oge, Suralemba bersaudara dengan Yodjokodi. Ke tiga silsilah yang telah diuraikan itu, yang berbeda adalah turunan sebelum Yodjokodi dan mengenai Pue Bongo (Panjuroro) anak dari Ralawa Magau Bangga dalam silsilah Banua Oge.
Ralawa kawin dengan Yenda, menurut M. Dj. Abdullah dikatakan kawin dengan Madika Palu Gilimare, sedang Yenda (Yenda Bulava) anaknya Ralawa.
Demikian dalam tulisan ini, ditemukan pendapat sementara bahwa Daelani adalah Daeng Malino, dan Masigo adalah Malasigi yang menjadi turunan dari Lamakarata, mempunyai anak Yodjokodi dari istrinya Lumeinta dan Magau Moili anak dari istri pertamanya, Dei Janggola.
Dari silsilah Besusu Palu, ditulis oleh Nasarudin Pakedo menjelaskan bahwa, Pue Nggari (bukan Pue Nggori = menurut Alb.C. Kruyt) adalah turunan dari Lasamalongi dan Wua Pinano. Selanjutnya tidak diperoleh data mengenai Magau pertama ini, kecuali dari Alb. C. Kruyt seperti yang telah diuraikan di atas. Sedangkan dari silsilah Banua Oge, Pue Nggari tidak terdapat atau tidak disinggung.
Pue Nggari hanya diceritakan bahwa; Ia keturunan Manuru, sebelah Selatan Vatusampu dari seorang puteri cantik yang lahir dari ikan Timboro. Putri cantik itu kawin dengan Sogomolombo juga berasal dari To Manuru, mendapat turunan 2 anak laki-laki dan seorang perempuan. Perempuan bernama Sondilana yang kawin dengan Magau Tomene, dan laki-laki masing-masing bernama Tondalabua dan Payugarera.
Selanjutnya, Tondalabua kawin dengan Numanuru Maroa dari Lere di pegunungan. Masyarakat Palu sebagian berasal dari sini. Sandilana melahirkan seorang anak perempuan bernama Sondubulava yang kemudian kawin dengan Sompoa, dan mendapatkan turunan yang kawin dengan Madika Kaili. Salah seorang turunannya yang kawin dengan Madika ini, kemudian melahirkan 3 anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Laki-laki itu bernama \u201cPue Nggari\u201c. Silsilah Pue Nggari dapat digambarkan pada halaman berikut :

Sogomolombo/To Manuru (\uf080) \uf0f3kawin\uf0f3 Putri Manuru/Ikan Timboro (\uf083).


Sondilana (\uf083) \uf0f3kawin\uf0f3 Magau Tomene (\uf080).
Tondalabua (\uf080) \uf0f3kawin\uf0f3 Numanuru Maroa (\uf083)
Patugarera (\uf080) \uf0f3kawin\uf0f3 \u2026.\u2026\u2026\u2026\u2026\u2026.. ? (\uf083)


Sondubulava (\uf083) \uf0f3kawin\uf0f3 Sompoa (\uf080).



Madika Kaili (\uf080) \uf0f3kawin\uf0f3 \u2026\u2026\u2026\u2026\u2026\u2026 ? (\uf083)


\u2026\u2026\u2026\u2026\u2026\u2026\u2026? (\uf083)
\u2026\u2026\u2026\u2026\u2026\u2026\u2026? (\uf083)
\u2026\u2026\u2026\u2026\u2026\u2026\u2026? (\uf083)

Pue Nggari (\uf080)
Magau I Palu-Tanah Kaili


Pemegang Kerajaan Palu, masing-masing sebagai berikut :
I.\tPue Nggari
II.\tPue Bongo
III.\tLamakaraka/Kodi Palo/Tondatedayo
IV.\tSuralemba
V.\tTandapua
VI.\tMagau Moili/Mangge Irisa
VII.\tYodjokodi/Toma Isima (Magau Palu 10-2-1899)
VIII.\tParampasi (Magau Palu/Kepala Distrik 12-10-1938)
IX.\tJanggola (Magau Palu 1938)
X.\tTjatjo Idjasa (Magau Palu 14-2-1949)
XI.\tAndi Wawo Parampasi (1956 Kepala Swapraja Palu).

Masuk dan Berkembangnya Islam
Thomas W. Arnold dalam bukunya \u201cThe Preaching of Islam\u201d menulis bahwa, tahun 1540 tatkala pertama kalinya Bangsa Portugis memasuki wilayah Sulawesi di Gowa Ibukota Kerajaan Makassar, ditemukan hanya beberapa orang saja yang telah memeluk agama Islam. Kemudian diceritakan bagaimana hebatnya persaingan antara dakwah Islam dengan misi Kristen dalam merebut pengaruh di kerajaan-kerajaan wilayah ini.
Mulanya beberapa asli yang telah mendapat pengaruh Kristen, diperkenalkan oleh Gubernur Maluku saat itu, Don Antonio Galvano. Rakyat Gowa ingin mendapatkan pegangan batin yang lebih mantap lagi. Olehnya, mereka mengajukan permohonan untuk didatangkan guru-guru agama, baik itu Pendeta Kristen dari Maluku maupun Ulama Islam dari Aceh. Mereka akan menentukan pilihan pada kepercayaan agama yang lebih dulu tiba pada mereka.
Untuk Parigi dalam sebuah kenyataan silsilah magau-magaunya, Magau yang diberi gelar Tonikota bersama anaknya Magau Janggo, pertama memeluk agama Islam di Kerajaan ini, dibawa oleh Dato Mangaji. Magau Janggo diberi nama Islam Makruf.
Gelar yang diberikan pada Dato Mangaji diambil dari kebiasaan rakyat setempat melihat Dato ini gemar mengaji dan mengajarkan mengaji (mangaji). Tidak ditemukan nama yang jelas. Apakah Dato ini mempunyai nama dari salah seorang rombongan ; Dato Ri Bandang, Dato Ri Tiro atau Dato Patimang ?
Masa inipun menurut Crawfurd : \u201csukses yang telah dicapai itu sebagaian besar adalah berkat jasa para pedagang yang mendapat tempat di hati rakyat, dimana mereka mempelajari bahasa rakyat dan adat istiadat setempat, lalu secara perlahan-lahan meng-Islamkan wanita-wanita yang mereka kawini serta orang-orang yang berhubungan erat dengan perdagangannya. Jauh dari sifat mengasingkan diri, mereka sebaliknya larut dalam masa rakyat sambil memanfaatkan keunggulan intelgenci dan peradabannya untuk kepentingan dakwah, dengan kebijaksanaan meraka mengkompromikan ajaran agama sesuai dengan kebutuhan rakyat\u201c.
Demikian Islam semakin terpatri disanubari rakyat Kaili, hingga disetiap kampung dibangun masjid-masjid yang dijadikan pusat ibadah dan pendidikan rakyat setempat.
Oleh karena itu, Magau-magau Kaili bersama Madikanya memberlakukan sistem Pemerintahan Kerajaan, menyesuaikan dengan kehendak dan kebutuhan hidup golongan rakyat yang mayoritas beragama Islam.
Umumnya, disamping Magau dan para Menteri Kerajaan, diangkat pula seorang Pua-Kali (Tuan Qadhi) yang berwewenang mengatur tata kehidupan rakyat berdasarkan syariat Islam.
Pada setiap Kampung yang dipimpin oleh seorang Kepala Kampung, terdapat masjid yang pengurusannya diserahkan pada Pareva (pegawai Syara). Adapun Pareva itu terdiri dari Pua Ima (Tuan Iman), Pua Kate (Tuan Khatib), Pua Bila (Tuan Bilal) dan Pua Doja (Tuan Pelayan Masjid). Pareva inilah yang mengurus dan mengatur hal-hal yang berhubungan dengan masalah perkawinan, talak, rujuk, kematian, Podoa (Doa kematian) dan lain-lain, diadakan oleh rakya kampung.
Dengan demikian, Kepala Kampung dan Pua Ima merupakan Dwi Tunggalnya Kampung. Magau juga dijadikan \u201cpenguasa agama\u201d. Di sebuah Istana Kerajaan didirikan masjid dilingkungannya, sebagai tempat Magau melakukan ibadah bersama para pengikutnya. Disamping itu juga digunakan sebagai sarana penyampaian pengumuman-pengumuman. Penentuan tanggal permulaan puasa (1 Ramadhan) dihitung berdasarkan keputusan Magau yang dilihat dari Nopanaguntu Bula (Menembak Bulan). Kebiasaan ini, dilakukan Magau di depan masjid dengan menyulut sepucuk lela (meriam kuno), menandakan bahwa bulan sabit 1 Ramadhan telah terbit dikaki langit.
Dari iraian di atas, dapat memperjelas betapa kokohnya pengaruh Islam pada rakyat Tanah Kaili. Bahkan telah menyatu \u2018dalam sanubari rakyat\u2019 yang takkan mungkin tergoyahkan oleh siapapun, termasuk Belanda.
Rakyat Kaili menyadari bahwa, mereka tak akan membiarkan lagi Belanda dengan leluasa memperbudaknya. Olehnya, umat Islam diseluruh pelosok Tanah Kaili dibawah pimpinan magau-magaunya yang patriotik, bertekad mengobarkan perlawanan sengit, jika Belanda tetap memaksakan misinya pada rakyat Tanah Kaili Sulawesi Tengah.
Karena itu, sejarah tak hanya mencacat semangat perlawanan Karanja Lembah (Tomai Dompo) ketika menjadi Madika Malolo (Magau Mudah) Sigi Biromaru. Dengan gigih-berani menyulut api perlawanan pada Belanda disekitar Tanah Kaili. Walaupun dalam perlawanan itu, kekuatan tidak seimbang yang mengakibatkan Tomai Dompo ditangkap kemudian diasingkan ke Sukabumi Jawa Barat, September 1905.
Ketika pimpinan pergerakan Serikat Islam (SI) termasyhur, Hos Cokroaminoto tiba di Donggala dari perhelatannya ke Manado. Maka di tahun 1920, Islam bangkit dengan kesadaran nasionalnya, beramai-ramai membesarkan organisasi pergerakan SI.
Melihat kondisi ini, Belanda merasa terancam kedudukannya, mereka pun segera melakukan penangkapan terhadap beberapa tokoh-tokoh SI, antara lain Datu Pamusu Adri dari Dolo yang kemudian diasingkan ke Ternate, Hi. Daeng Pawindu dari Palu yang kemudian diasingkan ke Sukamiskin Bandung.
Pada tahun 1930, tepatnya tanggal 30 Juni, seorang Ulama Besar bernama Sayed Idrus Bin Salim Al Djufri yang oleh pendukungnya dikenal dengan nama Guru Tua, mendirikan sebuah organisasi dakwah Islam berpusat di Palu yakni Alkhairaat, yang pada perkembangannya sekarang menjadi salah satu pusat pendidikan, pengajaran dan penyebaran Islam terbesar di Kawasan Timur Indonesia.
Pada tahun 1932 organisasi Muhammadiyah kemudian didirikan dan berkembang di Donggala, Vani dan Parigi. Buya Hamka sendiri dalam usia yang relatif muda, pernah datang dan tinggal di Donggala sebagai mubaliq/guru Muhammadiyah. Sedangkan Raden Hi. Umar Effendi di dampingi istrinya Musiah, datang dari Yogyakarta ke Parigi dan menjadi guru Muhammadiyah dan Aisiyah di daerah ini.
Selain itu Serikat Islam (SI), juga tidak ketinggalan dalam usaha pembentukan umat yang patriotik, melalui bidang pendidikan. Pada tahun 1933 didirikan Islamiyah School di Donggala, dipimpin oleh 2 orang mubaliq asal Minangkabau bernama Baharuddin dan Jamaluddin Datuk Tumenggung.
Demikian Islam terus berkembang di Tanah Kaili-Lembah Palu sekarang, dengan sarana dan prasarana pendidikan seperti Sekolah Madrasah, Sekolah Umum mulai Taman Kanak-Kanak sampai pada tingkat Perguruan Tinggi. Baik Negeri maupun Swasta.
Menyikapi Khasanah Lama.

Pada sungai ini terdapat sebuah jembatan. Dan Sebagai titik akhir dari dataran itu, sampai di Sakidi. Tempat ini banyak didiami pendatang yang berasal dari Bugis. Mereka membuat tempat penumpukkan kopra untuk dibawa ke Palu. Pada kondisi sekarang, tempat Sakidi dianggap tidak penting lagi.
Dulunya di Sakidi terdapat pasar yang ramai dikunjungi orang. Penataan pasar sering dilakukan masyarakat (merupakan tradisi) setempat, ketika akan dikunjungi Gubernumen Belanda. Dalam tahun 1897 terdapat beberapa pasar sederhana, antara lain di Palu, Biromaru, Dolo, Sidondo, Kaleke, Bobo, Beka Tenggarava, dan Bulebete yang masuk bagian Onderafd Palu.
Dalam Onderafd Donggala terdapat pula pasar serupa, antara lain di Donggala, Kabonga Besar, Loli, Mamboro, Tavaeli dan Pantoloan. Sapai pada tahun 1930, terdapat 1.800 Pasar.

















Free picture PMZ; Zaman Permulaan Magau dan Islam di Palu Tanah Kaili integrated with the OffiDocs web apps

LATEST WORD & EXCEL TEMPLATES