GoGPT GoSearch New DOC New XLS New PPT

OffiDocs favicon

PMZ; Etnis dan Logat di Sulawesi Tengah

Free download PMZ; Etnis dan Logat di Sulawesi Tengah free photo or picture to be edited with GIMP online image editor

Ad


TAGS

Download or edit the free picture PMZ; Etnis dan Logat di Sulawesi Tengah for GIMP online editor. It is an image that is valid for other graphic or photo editors in OffiDocs such as Inkscape online and OpenOffice Draw online or LibreOffice online by OffiDocs.

Etnis dan Logat
Di Sulawesi Tengah



Penelitian Bahasa
Penelitian bahasa di Sulawesi Tengah telah dilakukan Dr. N. Adriani bersama Dr. Alb. C. Kruyt dan bahkan penelitian itu tidak hanya mencakup wilayah Sulawesi Tengah, tersedia seluruh wilayah di Sulawesi. Mereka telah mengelompokkan bahasa di Sulawesi Tengah atas 11 (sebelas) Kelompok, yaitu:
1. Kelompok Bahasa Philipina, yaitu Bahasa-bahasa di Minahasa dan pulau-pulau di sekitarnya;\t
2. Kelompok Bahasa Gorontalo;\t
3. Kelompok Bahasa Tomini;\t
4. Kelompok Bahasa Toraja Barat yang sekarang lebih dikenal dengan Bahasa Kaili;\t
5. Kelompok Bahasa Toraja Timur, yang sekarang lebih dikenal dengan Bahasa Pamona;\t
6. Kelompok Bahasa Loinan;\t
7. Kelompok Bahasa Bungku - Mori;\t
8. \tKelompok Bahasa Muna - Buton;
9. \tKelompok Bahasa Makassar - Bugis;
10. \tKelompok Bahasa Sa'dan, yang sekarang lebih populer dengan istilah Toraja; dan
11. \tKelompok Bahasa Mandar;
Untuk Sulawesi Tengah berdasar pembagian wilayahnya, dapat dilihat Kelompok Bahasa yang ada di berdasar pengelompokkan yang dilakukan oleh Adriani dan Kruyt tadi, yaitu:
1. \tKelompok Bahasa Gorontalo, yaitu Bahasa Buol;
2. \tKelompok Bahasa Tomini yang meliputi Bahasa-Bahasa: Bahasa Tomini, Bahasa Bolano, Bahasa Tolitoli, Bahasa Tinombo, Bahasa Umala, Bahasa Kasimbar, Bahasa Dampelas, Bahasa Petapa, Bahasa Balaesang;
3. \tKelompok Bahasa Toraja Barat: Bahasa Tavaeli, Bahasa Palu, Bahasa Lole, Bahasa Ganti, Bahasa Sigi, Bahasa Pakuli, Bahasa Lindu, Bahasa Kulavi, Bahasa Pipikoro, Bahasa Tara, Bahasa Sausu, Bahasa Tavaelia (Baria);
4. \tKelompok Bahasa Toraja Timur: Bahasa Napu, Bahasa Besoa, Bahasa Bada, Bahasa Leboni, Bahasa Bare'e;
5. \tKelompok Bahasa Lonian: Bahasa Loinan, Bahasa Bobongko, Bahasa Balantak, Bahasa Banggai;
6. \tKelompok Bahasa Bungku - Mori: Bahasa Bungku, Bahasa Mori.
Dengan demikian, menurut Adriani dan Kruyt di Sulawesi Tengah ada 6 (enam) Kelompok Bahasa yang terdiri dari 33 buah Bahasa. Survei yang dilakukan oleh kedua sarjana Belanda dari hasil penelitian tersebut; Pertama tentang sistem pengelompokan yang dianggap lemahnya pengelompokkan dasar, terutama pengelompokan Kelompok Sa'dan, Kelompok Bahasa Bugis-Makassar dan Kelompok Bahasa Mandar dari Kelompok Bahasa Sulawesi Selatan. Kedua, tentang nama Toraja yang menimbulkan sedikit kesimpangsiuran. Adriani memberikan dua Kelompok Bahasa di Sulawesi Tengah dengan istilah Toraja. Disamping kurang jelas dasar pemberian nama itu, orang yang berdiam di Sulawesi Tengah suku bangsa Kaili tidak dapat mengerti jika bahasa yang dipakainya disebut bahasa Toraja, jika diizinkan disebut dengan suku Toraja. Hal ini berlaku untuk penduduk di Sulawesi Tengah bagian Tengah atau di daerah Pamona. Ketiga, tentang dasar penentuan beberapa bahasa. Adriani dan Kruyt membuat overklasifikasi terhadap bahasa di Sulawesi Tengah, sehingga lebih banyak di antara bahasa yang dicantumkannya merupakan dialek dari bahasa lain. Contoh, bahasa Tomini, Tinombo dan Kasimbar dianggap tiga bahasa yang berdiri sendiri, tetapi hanya dialek dari satu bahasa Tomini. Selanjutnya bahasa-bahasa dari kelompok Toraja Barat: Lore, Ganti, Sigi, Pakuli, Lindu, Tara dianggap masing-masing sesuai dengan bahasa masing-masing, tetapi kesemuanya merupakan dialek dari satu bahasa saja yaitu Bahasa Kaili. Adriani dan Kruyt membuat overklasifikasi terhadap bahasa di Sulawesi Tengah, sehingga lebih banyak di antara bahasa yang dicantumkannya merupakan dialek dari bahasa lain. Contoh, bahasa Tomini, Tinombo dan Kasimbar dianggap tiga bahasa yang berdiri sendiri, tetapi hanya dialek dari satu bahasa Tomini. Selanjutnya bahasa-bahasa dari kelompok Toraja Barat: Lore, Ganti, Sigi, Pakuli, Lindu, Tara dianggap masing-masing sesuai dengan bahasa masing-masing, tetapi kesemuanya merupakan dialek dari satu bahasa saja yaitu Bahasa Kaili. Adriani dan Kruyt membuat overklasifikasi terhadap bahasa di Sulawesi Tengah, sehingga lebih banyak di antara bahasa yang dicantumkannya merupakan dialek dari bahasa lain. Contoh, bahasa Tomini, Tinombo dan Kasimbar dianggap tiga bahasa yang berdiri sendiri, tetapi hanya dialek dari satu bahasa Tomini. Selanjutnya bahasa-bahasa dari kelompok Toraja Barat: Lore, Ganti, Sigi, Pakuli, Lindu, Tara dianggap masing-masing sesuai dengan bahasa masing-masing, tetapi kesemuanya merupakan dialek dari satu bahasa saja yaitu Bahasa Kaili. Tapi sebenarnya hanya dialek dari satu bahasa Tomini. Selanjutnya bahasa-bahasa dari kelompok Toraja Barat: Lore, Ganti, Sigi, Pakuli, Lindu, Tara dianggap masing-masing sesuai dengan bahasa masing-masing, tetapi kesemuanya merupakan dialek dari satu bahasa saja yaitu Bahasa Kaili. Tapi sebenarnya hanya dialek dari satu bahasa Tomini. Selanjutnya bahasa-bahasa dari kelompok Toraja Barat: Lore, Ganti, Sigi, Pakuli, Lindu, Tara dianggap masing-masing sesuai dengan bahasa masing-masing, tetapi kesemuanya merupakan dialek dari satu bahasa saja yaitu Bahasa Kaili.
Penelitian lain melibatkan Bahasa di Sulawesi Tengah yang dilakukan penulis, menggunakan studi banding terhadap 8 (korelasi) Bahasa di Sulawesi Tengah. Pengistilahan Kelompok Bahasa Toraja dan Bahasa Sa'dan di Sulawesi Selatan, lebih populer dengan istilah Toraja. Ia mencoba mencari basis penggunaan nama Toraja untuk bahasa di Sulawesi Tengah, dengan menghubungkannya Bahasa Sa'dan di Sulawesi Selatan (seperti nama yang dipakai oleh Dr. SJ Esser, Richard Salzner, Adriani dan Kruyt). Namun pada saat sekarang, lebih populer dengan istilah Bahasa Toraja seperti populernya nama suku bangsa Toraja dan daerah Tana Toraja.
Dalam penelitian penulis yang menggunakan metode leksikostatistik dikumpulkan, antara lain adalah: (1) di Sulawesi Tengah ada Bahasa atau suku yang disebut Toraja; (2) daerah Toraja 'Bahasa Toraja' meliputi daerah (dialek-dialek) Kesu, Tallu, Lembagna, Toraja Timur, Mamasa, Pitu Ulunna Salu, Rongkong Seko, Wotu, Enrekang dan Duri, semuanya di Sulawesi Selatan; (3) yang disebut Bahasa Toraja di Sulawesi Tengah sebenarnya Bahasa Kaili dan Pamona, baik berdasar perhitungan leksikostatistik maupun metode deskriptif.
Berdasar penyelidikan leksikostatistik oleh Harimurti Kridaleksana (Universitas Indonesia) dengan judul \u201cKontribusi lesikostatistik atas kumpulan Bahasa nusantara barat serta pusat perbautan yang menggunakan Bahasa-bahasa itu, berdasarkan landasan teori\u201d. Kami mencoba pula mencoba 8 (kombinasi) Bahasa yang dikelompokkan Toraja di Sulawesi Tengah dengan Bahasa Toraja itu sendiri di Sulawesi Selatan. Bahasa di Sulawesi Tengah yang dikelompokkan Toraja (Kaili, Kulavi, Sigi, Pakava, Poso, Pipikoro, Bada dan Napu) tidak pernah menolak penggunaan istilah Toraja di dalam pergaulan lain (pemerintahan), seperti terlihat di Sulawesi Selatan dengan penamaan Kabupaten TATOR (Tanah Toraja) dan suku Toraja. Istilah yang ada, Tentang pengelompokkan Bahasa tersebut. Untuk jelasnya, kami kutip metode yang diminta sebagai berikut:
Leksikostatistik merupakan salah satu metode penyeledikan yang berfungsi kuantitaif. Mula-mula dikembangkan oleh Morris Swadesh dan Robert Lees. Dalam praktiknya digunakan untuk:
1. \tMenetapkan kekerabatan Bahasa-bahasa;
2. \tMembuat pengelompokkan Bahasa-bahasa sekerabat (subkelompok);
3. \tMenentukan waktu memencarnya Bahasa-bahasa sekerabat dari Bahasa purbanya.
Dasar-dasar metode leksikostatistik prosedurnya dasar pangkal tolak:
1. \tSetiap Bahasa-bahasa memiliki kumpulan kata-kata yang tak mudah berubah. Dalam kelompok kata-kata yang disebut perbendaharaan dasar ini termasuk kata ganti, nama bagian tubuh, kata bilangan dan sebagainya;
2. \tPerbendaharaan dasar di atas memiliki harkat retensi yang tetap sepanjang masa, berapa prosentase tertentu dari perbendaharaan dasar sebelumnya akan tetap ada dalam bahasa itu setelah 1.000 tahun perbendaharaan dasar tadi akan tetap sama dan seterusnya;
3. \tbalik dari atas, harkat pengikisan (tingkat kehilangan) dari perbendaharaan dasar tadi lebih kurang sama dalam satu bahasa;
4. \tJika persentase kata-kata se asal dalam Bahasa Indonesia, maka dapat dihitung pula bilamana Bahasa Inggris itu mulai berpisah dari Bahasa purbanya (Gudschinsky, 1956).
Prosedurnya adalah sebagai berikut:
1 \tMengumpulkan kata-kata sepadan dalam perbendaharaan dasar dari dua Bahasa;
2 \tMenentukan apakah kata-kata sepadan tadi seasal atau tidak;
3 \tMenghitung lama waktu dengan rumus: \tt - log C
\t\t\t\t\t\t\t \t2 log r
t \t= \tlama waktu dalam satuan ribu
c \t= \tpersentase kata-kata asal dari dua Bahasa
r \t= \tindeks retensi, yaitu persentase kata-kata se asal yang tetap dalam 1.000 tahun setelah kedua bahasa itu berpisah dari bahasa perubahnya; dalam karangan ini dipakai 86%
4. \tMenghitung lama waktu setelah dihitung jangka kesalahan:
log (C + c [1 - cl])
100
\t\t2 log r
\trumusnya tl:

c (l - c) \tadalah rumus untuk standard error dengan 7/10
100 \t konvidens level untuk Daftar Swadesh 100 kata.\t
5. \tJangka kesalahan diperoleh dari t - tl
6. \tHasil perhitungan dengan rumus-rumus di atas dikalikan 1.000
7. \tBerpisah Bahasa-bahasa dari Bahasa purbanya antara tl tahun dan t + (t - tl) tahun (tentu saja setelah dikalikan 1.000). Untuk mengetahui pada tahun dihitung pada tahun 1965 (semua angka dibulatkan ke atas).
Untuk mengumpulkan perbendaharaan kata-kata yang digunakan Daftar Swadesh sebagai daftar tes. Daftar ini terdiri atas kata-kata yang menjadi dasar ganti kata-kata yang diperbandingkan tadi menentang homoseksual.
Telah dimiliki, yaitu Bahasa memiliki 2 komponen yaitu komponen konten dan komponen axpression. Dalam pekerjaan kami di lapangan "kata-kata" dalam daftar swedesh bertindak sebagai konten, sedangkan ekspresi-nya ada pada kata-kata yang kami peroleh dari Bahasa-bahasa yang diperbandingkan. Dalam arti kata kata-kata itu mesti tepat sama; andaikata kami mesti memberikan kata yang berarti hati, kami harus memberikan kata yang tepat.
Diusahakan agar kata-kata dalam daftar swedesh itu diterjemahkan dengan kata-kata tadi, mesti terjemahan universal dan non-budaya juga merupakan \u201ckonsep luas yang mudah diidentifikasi yang dapat dicocokkan dengan istilah-istilah sederhana dalam kebanyakan bahasa\u201d (Swedesh, dalam Hoijer 1956: 1) . Disamping itu adalah masalah prioritas frekwensinya (Hymes 1960: 7).
Dalam karangannya Menuju Akurasi Dalam Kencan Lexikostatistik (1955) Swedesh mengurangi jumlah kata-kata yang dimasukkan dalam daftar yang menjadi 100. Daftar ini memuat harkat retensi yang lebih tinggi dari pada yang lama, yaitu 86% (yang lama 81%). Apa saja yang dihapuskan?
1. \tBeberapa istilah yang bergandengan dengan kompleksitas geografis dan dihapuskan, karena tidak bersifar universal;
2. \tDemikian pula beberapa item budaya al, istilah kekerabatan, dengan alasan-alasan "non-universalitas, duplikasi, ambiguitas ...";
3. \t"... semua item khusus harus dihindari karena mereka terlalu sering diungkapkan dengan frasa daripada kata-kata sederhana";
4. \tKata-kata seperti "potong, tarik, peras", dsb. Dihapuskan;
5. \tKata-kata yang mungkin terulang tidak dimuat lagi, misalnya untuk istri berbagai bahasa mempergunakan wanita, dsb;
6. \tKata-kata peniru bunyi dan kata-kata yang sangat \u201cterikat dengan kekhasan morfologi bahasa\u201c, dihapuskan.
Dalam klasifikasi 9 (sembilan) Bahasa yang dikelompokkan Toraja oleh para penyelidik R. Salzner, Dr. SJ Esser, Dr. Adriani dan Alb. C. Kruyt, diambil Bahasa Indonesia sebagai daftar ujian untuk mendapatkan kebenaran pengelompokkan di atas. Dikumpulkan semua Bahasa yang dikelompokkan Toraja oleh penyelidik-penyelidik tersebut. Berturut-turut diperoleh sebagai berikut:
1 \tKaili (Ledo);
2. \tSigi (Ija);
3. \tPakava (Da'a);
4. \tKulavi (Moma);
5. \tPoso (Bare'e);
6. \tPipikoro (Uma);
7. \tBada;
8. \tNapu;
9. \tToraja Sa'dan.
Prosedur yang diikuti sesuai dengan penerapan Harimurti Kridaleksana untuk Bahasa Nusantara sebagai berikut:
Menentukan seasal-bukannya kata-kata yang diselidiki. Untuk itu pertolongan dari metode komparatif klasik atau meminta-luar mesti kita minta. Fonem Kesepadanan mendapat perhatian pertama.
Rekonstruksi perbendaharaan kata-kata yang dibuat Dempwolff bersama perubahan-perubahannya dari Dyen merupakan tes dalam menentukan kesepadanan-kesepadanan dan juga menentukan laut-tidaknya kata-kata dalam daftar swedesh yang diselidiki.
Untuk dapat dibaca kata-kata yang diperbandingkan, seasal atau tidak, sering kami dapat kata-kata yang tidak mirip. Persoalannya mungkin kata-kata itu pinjaman. Persoalan seperti ini menyangkut pula oleh G. Fairbanks (1955: 166-120). Ia memberi kesimpulan bahwa "ada hubungan yang konsisten antara jumlah kognitif dan jumlah serupa".
Pegangan kami ada jika kata-kata Yang Terkait tadi juga sama denga kata yang searti dalam bahasa yang diselidiki, maka kata-kata itu mesti dianggap sebagai kata pinjaman (Gudschinsky 1956: 181). Jadi suda lalaki, Tagalog lalaki, lelaki Melayu atau Laki-laki, Karo dilaki dianggap kata seasal dan bukan kata pinjaman.
Pengelompokan Bahasa sekerabat (subkelompok) oleh leksikostatisti, telah disetujui di atas bahwa leksikostatistik digunakan pula untuk pengelompokan Bahasa-bahasa yang sekerabat. Prosedur terinci diuraikan oleh Dyen dalam karangannya Hubungan lexocostatistically menentukan kelompok bahasa.
Prosedur yang kami bahas dalam karangan ini tidak dapat benar dengan prosedur Dyen:
1. \tSetelah diketahui persentase kata-kata seasal dari Bahasa-bahasa yang diselidiki (istilah Dyan: matriks persentase serumpun yang masuk akal), maka ditentukan selisih maksimum antara satu Bahasa dengan Bahasa lain yang sesuai dengan bahasa yang masih ada satu kelompok atau bukan. Menurut Dyen, besarnya selisih itu tidak boleh melebihi 10%. Jadi jika dua Bahasa saling berselisih lebih dari 10%, maka ke dua Bahasa itu tidak termasuk dalam satu kelompok.
2. \tBahasa Melayu yang digunakan sebagai pangkal dalam bahasa Inggris. Prosedur ini sesuai dengan cara swedesh mengelompokkan Bahasa sekerabat dengan mengelompokkan Bahasa-bahasa menurut proporsi persentase. Setiap ditentukan, masing-masing kelompok, maka Bahasa-bahasa yang dikelompokkan itu memiliki satu Bahasa purba khusus (ini yang dinamakan dengan bahasa meso oleh Dyen).

PAC (- pBC)



PAB


\tA \tB \tC\t
pAB = bahasa meso
pAC = bahasa proto (untuk A, B juga C)

Dalam rumpun Bahasa Austronesia, Bahasa Indonesia-Purba (yang melingkupi bahasa Indonesia: istilah Dyen Hesperonesia) merupakan bahasa proto dari seluruh Bahasa-bahasa Austronesia.
Hasil prosedur di atas, memberikan sub pengelompokan untuk bahasa-bahasa yang diselidiki Sesudahnya bisa ditentukan distribusi Bahasa-bahasa itu. Migrasi satu grup ditentukan lebih dahulu, kemudian baru ditentukan transisi untuk selengkapnya. Pelbagai jenis harus distribusinya.
3. \tLokasi Bahasa-masing-masing Bahasa Kaili dialek Ledo, diambil sebab Bahasa-bahasa Banava, Tavaeli, Parigi, Sausu dan Dolo diabaikan karena hanya berbeda dialek. Kemudian Bahasa-bahasa lain yang dikelompokkan Toraja disamping Bahasa Kaili adalah Kulavi dan Pipikoro, menurut Esser. Berdampingan dengan Bahasa itu adalah Napu, Bada dan disebutnya pula Ledo. Lebih ke Timur Ada Bahasa Bare'e yang agak luas daerahnya. Bahasa Toraja Sedang Ada pada bagian Selatan.

Perkembangan Bahasa
Dari 21 (dua puluh satu) jumlah Bahasa di Sulawesi Tengah dengan jumlah penuturnya masing-masing, adalah:
1. \tBahasa Tomini; Jumlah penuturnya sekitar \t68.633 \torang
2. \tBahasa Bolano; Jumlah penuturnya sekitar \t11.500 \torang
3. \tBahasa Dampelas; Jumlah penuturnya sekitar \t27.836 \torang
4. \tBahasa Kaili; Jumlah penuturnya sekitar \t334.523 \torang
5. \tBahasa Pipikoro; Jumlah penuturnya sekitar \t12.071 \torang
6. \tBahasa Kulavi; Jumlah penuturnya sekitar \t10.000 \torang
7. \tBahasa Baleasang; Jumlah penuturnya sekitar \t16.788 \torang
8. \tBahasa Petapa; Jumlah penuturnya sekitar \t400 \torang
9. \tBahasa Mori; Jumlah penuturnya sekitar \t30.894 \torang
10. \tBahasa Pamona; Jumlah penuturnya sekitar \t130.643 \torang
11. \tBahasa Bada Besoa (Lore Selatan); Jumlah penuturnya
\tsekitar \t5,993 \torang
12. \tBahasa Napu (Lore Utara); Jumlah penuturnya sekitar \t6,141 \torang
13. \tBahasa Bungku; Jumlah penuturnya sekitar \t40,452 \torang
14. \tBahasa Saluan; Jumlah penuturnya sekitar \t112,997 \torang
15. \tBahasa Banggai; Jumlah penuturnya sekitar \t94.446 \torang
16. \tBahasa Balantak; Jumlah penuturnya sekitar \t11.350 \torang
17. \tBahasa Andi'o / Bobongko; Bahasa ini tersedia di Kecamatan Lamala dan hampir punah. Apakah Bahasa ini merupakan dialek Bahasa Bobongko belum dapat dipastikan dan masih perlu penelitian selanjunya. Penutur Bahasa ini sekitar 557 orang.
18. \tBahasa Loinan; Jumlah penuturnya sekitar \t8,995 \torang
19. \tBahasa Buol; Jumlah penuturnya sekitar \t52,186 \torang
20. \tBahasa Tolitoli; Jumlah penuturnya sekitar \t51,113 \torang
21. \tBahasa Dondo; Jumlah penuturnya sekitar \t38.816 \torang
Yang paling banyak jumlah penuturnya adalah Bahasa Kaili yaitu 45% dari jumlah penduduk Sulawesi Tengah. Bahasa asal ini dipakai oleh penduduk yang bertempat tinggal di lembah Palu dan sekitarnya, jadi biasa juga disebut dengan Bahasa Palu. Dari 16 dialek dan sub dialek Bahasa ini, dialek Palu juga menjadi Bahasa atau dialek yang digunakan oleh pendukung dialek lainnya, jika mereka bertemu, berbicara atau berkomunikasi antara dialek. Bahasa ini dibuat Bahasa pengatur antara dialek Bahasa Kaili yaing lain, bahkan dengan Bahasa-bahasa lain yang gabungan, seperti Bahasa Pamona (Bahasa Poso). Hal ini disebabkan oleh peran dan peran kota Palu selain sebagai Ibu Kota Provinsi juga sebagai pusat komunikasi penduduk yang padat dan sering berdagang ke daerah pedalaman.
Memperhatikan perkembangan Bahasa ini pada tahun 1895, Bahasa Palu hanya memiliki penutur 25.000, menyediakan di pantai Selat Makassar dan digunakan sebagai alat komunikasi hanya sampai ke daerah Tolitoli sekitar teluk Tomini. Jika dibandingkan dengan situasi sekarang, maka hal ini memulai pengembangan yang cukup cepat dalam jumlah penutur dan lokasi penyebarannya.
Saat ini, di kota Palu saja memiliki \uf0b1 70.000 pemakai yang ada di wilayah-kecamatan dan sekitarnya. Selama \uf0b1 79 tahun, Bahasa ini meluas sampai ke Una-Una, Tavaelia, Ampana, Tojo, Poso Pesisir di Kabupaten Poso dan melebar sampai ke Kabupaten Buol Tolitoli, serta pada batas Bahasa Gorontalo di Sulawesi Utara. Terkait dalam penyebaran Bahasa ini, hampir seluruh wilayah di Sulawesi Tengah telah memakainnya.
Pada zaman kerajaan Pue Bongo dan Lamakaraka di Palu, memiliki dialek Bahasa Kaili Ledek dari Bahasa induknya (Raranggonau) pada tahun 1508 sd 1728, bertepatan dengan zaman kerajaan tersebut di Kalinjo.



Bahasa-Bahasa
Sebagai Ketua Tim Survei Bahasa-Bahasa di Sulawesi Tengah, kami menerima bahwa hasil yang diperoleh dalam survei di tahun 1977/1978, belumlah sempurna. Namun demikian, karena hasil survei terakhir mengenai bahasa di Sulawesi Tengah dan telah meneliti penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengelompokan atau pemetaan Bahasa-bahasa di wilayah ini, kembali kami gambarkan bagaimana kebahasaan terkhusus di Sulawesi Tengah, dengan memeriksanya pada setiap Kabupaten.
Bahasa Dari Kaili dan Dialeknya di Kabupaten Donggala, dengan pembagian atas 7 (tujuh) Bahasa, yaitu:
1. \tBahasa Tomini.
\tBahasa ini terdapat di Kecamatan Moutong, Tomini dan Tinombo, dengan jumlah penuturnya sekitar 68.633 orang.
\tDialek Bahasa Tomini adalah: Dialek Lauje, ada di Kecamatan Tomini dan Dialek Taji'o, tersedia di Kecamatan Tinombo.
2. \tBahasa Bolano.
\tBahasa ini terdapat di sebagian Kecamatan Moutong dengan jumlah penuturnya sekitar 11.500 orang.
3. \tBahasa Dampelas.\t
\tBahasa ini tersedia di Kecamatan Sojol dengan jumlah penuturnya sekitar 27.836 orang.
4. \tBahasa Balaesang.
\tBahasa ini tersedia di Kecamatan Balaesang dengan jumlah penuturnya sekitar 16.780 orang.
\tDialek Bahasa Balaesang adalah: Dialek Balaesang dan Dialek Pendau.
5. \tBahasa Kaili.
\tBahasa ini terdapat di Kecamatan Sirenja, Sindue, Tavaelia, Banava, Palu, Parigi, Maravola, Sigi, Dolo, Tomini, Ampibabo, dengan jumlah penuturnya sekitar 334,523 orang atau kira-kira 1/3 (sepertiga) dari jumlah yang bervariasi Sulawesi Tengah. Ditambah lagi dengan Bahasa Kaili di luar kecamatan ini, sehingga ditambahkan \uf0b1 45% dari jumlah penduduk Sulawesi Tengah. Jadi Bahasa ini yang paling banyak penutur / pendukungnya di Sulawesi Tengah.
\tBahasa Kaili ini memiliki dialek lagi, seperti:
Sebuah. \tDialek Rai; Ada di Sirienja dan Tavaeli;
b. \tDialek Tajio atau Ajio; Ada di Sindue;
c. \tDialek Kori; Ada di Sindue;
d. \tDialek Do'i / Dii; Ada di Tavaeli dan Banava;
e. \tDialek Unde atau Ndepu; Ada di Banava;
f. \tDialek Palu; Ada di Palu, Dolo dan sebagian Biromaru;
g. \tDialek Da'a;
h. \tDialek Inde; Ada di Maravola (Bamba);
saya. \tDialek Ija; Ada di Biromaru;
j. \tDialek Moma; Ada di Kulavi Utara;
k. \tDialek Edo; Ada di Dolo;
l. \tDialek Ava;
m. \tDialek Tara; Ada di Parigi, Ampibabo, Palu;
n. \tDialek Tado; Ada di Rio, Lindu, Pebonde;
Hai. \tDialek Ta'a; Ada di Dolago, Sausu, Palolo;
hal. \tDialek Ende; Ada di sungai Lariang, Toribara, Saluburu;
6. \tBahasa Pipikoro.
Bahasa ini tersedia di Kulavi Selatan dengan jumlah penuturnya sekitar 12.071 orang.
\tDialek Bahasa Pipikoro: Dialek Tado, Dialek Rompi, Dialek Seko.
7. \tBahasa Petapa.
Bahasa ini tersedia di Parigi dengan jumlah penuturnya sekitar 400 orang.
Disamping ketujuh Bahasa tersebut di atas, di Kabupaten Donggala merupakan lokasi yang dikunjungi oleh Bahasa Tomini dialek Taji'o, Lauje atau di samping Bahasa Kaili. Daerah tersebut adalah Tomini dan Ampibabo dengan jumlah penduduk yang menggunakan Bahasa campuran sekitar 26.656 orang.

Etnis dan Logat
Kesimpulan Tim Penulisan Monografi Daerah Sulawesi Tengah yang memimpin penulis tahun 1975 mengemukakan itu, Bahasa Tomini dimasukkan ke dalam Kelompok Bahasa Kaili, maka sesuai pengamatan terakhir dilokasi Tomini ada tambahan Bahasa dan pakaian adat orang Kaili. Etnis dan wilayahnya di Sulawesi Tengah oleh penulis tahun 1977, terbitan Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah, Tomini dikelompokkan khusus.
Di Sulawesi Tengah Ada beragam adat istiadat. Perbedaan-perbedaan ini memuat antara lain:
Sebuah. \tPakaian;
b. \tMakanan khas;
c. \tUpacara sejak lahir hingga meninggal dunia;
d. \tPerumahan;
e. \tSebahagian dibedakan pula oleh Bahasa (logat);
Berdasarkan perbedaan tersebut, maka dibagi menjadi beberapa kelompok di Sulawesi Tengah adalah sebagai berikut:
Sebuah. \tKaili;
b. \tTomini;
c. \tKulavi;
d. \tPengetahuan;
e. \tPamona;
f. \tMori;
g. \tBungku;
h. \tBanggai;
saya. \tSaluan;
j. \tBalantak;
k. \tTolitoli;
l. \tBuol. \uf03c






Etnis dan Logat
Di Sulawesi Tengah



Penelitian Bahasa
Penelitian bahasa di Sulawesi Tengah telah dilakukan Dr. N. Adriani bersama Dr. Alb. C. Kruyt dan bahkan penelitian itu tidak hanya mencakup wilayah Sulawesi Tengah, tersedia seluruh daerah di Sulawesi. Mereka telah mengelompokkan bahasa di Sulawesi Tengah atas 11 (sebelas) Kelompok, yaitu:
1. \tKelompok Bahasa Philipina, yaitu Bahasa-bahasa di Minahasa dan pulau-pulau di sekitarnya;
2. \tKelompok Bahasa Gorontalo;
3. \tKelompok Bahasa Tomini;
4. \tKelompok Bahasa Toraja Barat yang sekarang lebih dikenal dengan Bahasa Kaili;
5. \tKelompok Bahasa Toraja Timur, yang sekarang lebih dikenal dengan Bahasa Pamona;
6. \tKelompok Bahasa Loinan;
7. \tKelompok Bahasa Bungku - Mori;
8. \tKelompok Bahasa Muna - Buton;
9. \tKelompok Bahasa Makassar - Bugis;
10. \tKelompok Bahasa Sa'dan, yang sekarang lebih populer dengan istilah Toraja; dan
11. \tKelompok Bahasa Mandar;
Untuk Sulawesi Tengah berdasar pembagian wilayahnya, dapat dilihat Kelompok Bahasa yang ada di berdasar pengelompokkan yang dilakukan oleh Adriani dan Kruyt tadi, yaitu:
1. \tKelompok Bahasa Gorontalo, yaitu Bahasa Buol;
2. \tKelompok Bahasa Tomini yang meliputi Bahasa-Bahasa: Bahasa Tomini, Bahasa Bolano, Bahasa Tolitoli, Bahasa Tinombo, Bahasa Umala, Bahasa Kasimbar, Bahasa Dampelas, Bahasa Petapa, Bahasa Balaesang;
3. \tKelompok Bahasa Toraja Barat: Bahasa Tavaeli, Bahasa Palu, Bahasa Lole, Bahasa Ganti, Bahasa Sigi, Bahasa Pakuli, Bahasa Lindu, Bahasa Kulavi, Bahasa Pipikoro, Bahasa Tara, Bahasa Sausu, Bahasa Tavaelia (Baria);
4. \tKelompok Bahasa Toraja Timur: Bahasa Napu, Bahasa Besoa, Bahasa Bada, Bahasa Leboni, Bahasa Bare'e;
5. \tKelompok Bahasa Lonian: Bahasa Loinan, Bahasa Bobongko, Bahasa Balantak, Bahasa Banggai;
6. \tKelompok Bahasa Bungku - Mori: Bahasa Bungku, Bahasa Mori.
Dengan demikian, menurut Adriani dan Kruyt di Sulawesi Tengah ada 6 (enam) Kelompok Bahasa yang terdiri dari 33 buah Bahasa. Survei yang dilakukan oleh kedua sarjana Belanda dari hasil penelitian tersebut; Pertama tentang sistem pengelompokan yang dianggap lemahnya pengelompokkan dasar, terutama pengelompokan Kelompok Sa'dan, Kelompok Bahasa Bugis-Makassar dan Kelompok Bahasa Mandar dari Kelompok Bahasa Sulawesi Selatan. Kedua, tentang nama Toraja yang menimbulkan sedikit kesimpangsiuran. Adriani memberikan dua Kelompok Bahasa di Sulawesi Tengah dengan istilah Toraja. Disamping kurang jelas dasar pemberian nama itu, orang yang berdiam di Sulawesi Tengah suku bangsa Kaili tidak dapat mengerti jika bahasa yang dipakainya disebut bahasa Toraja, jika diizinkan disebut dengan suku Toraja. Hal ini berlaku untuk penduduk di Sulawesi Tengah bagian Tengah atau di daerah Pamona. Ketiga, tentang dasar penentuan beberapa bahasa. Adriani dan Kruyt membuat overklasifikasi terhadap bahasa di Sulawesi Tengah, sehingga lebih banyak di antara bahasa yang dicantumkannya merupakan dialek dari bahasa lain. Contoh, bahasa Tomini, Tinombo dan Kasimbar dianggap tiga bahasa yang berdiri sendiri, tetapi hanya dialek dari satu bahasa Tomini. Selanjutnya bahasa-bahasa dari kelompok Toraja Barat: Lore, Ganti, Sigi, Pakuli, Lindu, Tara dianggap masing-masing sesuai dengan bahasa masing-masing, tetapi kesemuanya merupakan dialek dari satu bahasa saja yaitu Bahasa Kaili. Adriani dan Kruyt membuat overklasifikasi terhadap bahasa di Sulawesi Tengah, sehingga lebih banyak di antara bahasa yang dicantumkannya merupakan dialek dari bahasa lain. Contoh, bahasa Tomini, Tinombo dan Kasimbar dianggap tiga bahasa yang berdiri sendiri, tetapi hanya dialek dari satu bahasa Tomini. Selanjutnya bahasa-bahasa dari kelompok Toraja Barat: Lore, Ganti, Sigi, Pakuli, Lindu, Tara dianggap masing-masing sesuai dengan bahasa masing-masing, tetapi kesemuanya merupakan dialek dari satu bahasa saja yaitu Bahasa Kaili. Adriani dan Kruyt membuat overklasifikasi terhadap bahasa di Sulawesi Tengah, sehingga lebih banyak di antara bahasa yang dicantumkannya merupakan dialek dari bahasa lain. Contoh, bahasa Tomini, Tinombo dan Kasimbar dianggap tiga bahasa yang berdiri sendiri, tetapi hanya dialek dari satu bahasa Tomini. Selanjutnya bahasa-bahasa dari kelompok Toraja Barat: Lore, Ganti, Sigi, Pakuli, Lindu, Tara dianggap masing-masing sesuai dengan bahasa masing-masing, tetapi kesemuanya merupakan dialek dari satu bahasa saja yaitu Bahasa Kaili. Tapi sebenarnya hanya dialek dari satu bahasa Tomini. Selanjutnya bahasa-bahasa dari kelompok Toraja Barat: Lore, Ganti, Sigi, Pakuli, Lindu, Tara dianggap masing-masing sesuai dengan bahasa masing-masing, tetapi kesemuanya merupakan dialek dari satu bahasa saja yaitu Bahasa Kaili. Tapi sebenarnya hanya dialek dari satu bahasa Tomini. Selanjutnya bahasa-bahasa dari kelompok Toraja Barat: Lore, Ganti, Sigi, Pakuli, Lindu, Tara dianggap masing-masing sesuai dengan bahasa masing-masing, tetapi kesemuanya merupakan dialek dari satu bahasa saja yaitu Bahasa Kaili.
Penelitian lain melibatkan Bahasa di Sulawesi Tengah yang dilakukan penulis, menggunakan studi banding terhadap 8 (korelasi) Bahasa di Sulawesi Tengah. Pengistilahan Kelompok Bahasa Toraja dan Bahasa Sa'dan di Sulawesi Selatan, lebih populer dengan istilah Toraja. Ia mencoba mencari basis penggunaan nama Toraja untuk bahasa di Sulawesi Tengah, dengan menghubungkannya Bahasa Sa'dan di Sulawesi Selatan (seperti nama yang dipakai oleh Dr. SJ Esser, Richard Salzner, Adriani dan Kruyt). Namun pada saat sekarang, lebih populer dengan istilah Bahasa Toraja seperti populernya nama suku bangsa Toraja dan daerah Tana Toraja.
Dalam penelitian penulis yang menggunakan metode leksikostatistik dikumpulkan, antara lain adalah: (1) di Sulawesi Tengah ada Bahasa atau suku yang disebut Toraja; (2) daerah Toraja 'Bahasa Toraja' meliputi daerah (dialek-dialek) Kesu, Tallu, Lembagna, Toraja Timur, Mamasa, Pitu Ulunna Salu, Rongkong Seko, Wotu, Enrekang dan Duri, semuanya di Sulawesi Selatan; (3) yang disebut Bahasa Toraja di Sulawesi Tengah sebenarnya Bahasa Kaili dan Pamona, baik berdasar perhitungan leksikostatistik maupun metode deskriptif.
Berdasar penyelidikan leksikostatistik oleh Harimurti Kridaleksana (Universitas Indonesia) dengan judul \u201cKontribusi lesikostatistik atas kumpulan Bahasa nusantara barat serta pusat perbautan yang menggunakan Bahasa-bahasa itu, berdasarkan landasan teori\u201d. Kami mencoba pula mencoba 8 (kombinasi) Bahasa yang dikelompokkan Toraja di Sulawesi Tengah dengan Bahasa Toraja itu sendiri di Sulawesi Selatan. Bahasa di Sulawesi Tengah yang dikelompokkan Toraja (Kaili, Kulavi, Sigi, Pakava, Poso, Pipikoro, Bada dan Napu) tidak pernah menolak penggunaan istilah Toraja di dalam pergaulan lain (pemerintahan), seperti terlihat di Sulawesi Selatan dengan penamaan Kabupaten TATOR (Tanah Toraja) dan suku Toraja. Istilah yang ada, Tentang pengelompokkan Bahasa tersebut. Untuk jelasnya, kami kutip metode yang diminta sebagai berikut:
Leksikostatistik merupakan salah satu metode penyeledikan yang berfungsi kuantitaif. Mula-mula dikembangkan oleh Morris Swadesh dan Robert Lees. Dalam praktiknya digunakan untuk:
1. \tMenetapkan kekerabatan Bahasa-bahasa;
2. \tMembuat pengelompokkan Bahasa-bahasa sekerabat (subkelompok);
3. \tMenentukan waktu memencarnya Bahasa-bahasa sekerabat dari Bahasa purbanya.
Dasar-dasar metode leksikostatistik prosedurnya dasar pangkal tolak:
1. \tSetiap Bahasa-bahasa memiliki kumpulan kata-kata yang tak mudah berubah. Dalam kelompok kata-kata yang disebut perbendaharaan dasar ini termasuk kata ganti, nama bagian tubuh, kata bilangan dan sebagainya;
2.\tPerbendaharaan dasar di atas mempunyai harkat retensi yang tetap sepanjang masa, artinya suatu prosentase tertentu dari perbendaharaan dasar tadi akan tetap ada dalam Bahasa itu setelah 1.000 tahun perbendaharaan dasar tadi mengalami pengikisan (vocabulary loss), dalam 1.000 tahun berikutnya persentase dari sisa-sisa perbendaharaan dasar tadi akan tetap sama dan demikian seterusnya;
3.\tSebaliknya dari atas, harkat pengikisan (rate of loss) dari perbendaharaan dasar tadi lebih kurang sama dalam sebuah Bahasa;
4.\tJika persentase kata-kata se asal dalam dua Bahasa diketahui, maka dapat dihitung pula bilamana kedua Bahasa itu mulai berpisah dari Bahasa purbanya (Gudschinsky, 1956).
Prosedurnya adalah sebagai berikut :
1\tMengumpulkan kata-kata sepadan dalam perbendaharaan dasar dari dua Bahasa;
2\tMenentukan apakah kata-kata sepadan tadi seasal atau tidak;
3\tMenghitung lama waktu dengan rumus : \tt \u2013 log C
\t\t\t\t\t\t\t \t2 log r
t\t=\tlama waktu dalam satuan ribu
c\t=\tpersentase kata-kata se asal dari dua Bahasa
r\t=\tindeks retensi, yaitu persentase kata-kata se asal yang dianggap tetap dalam 1.000 tahun setelah kedua Bahasa itu berpisah dari Bahasa perubahnya; dalam karangan ini dipakai 86 %
4.\tMenghitung lama waktu setelah dihitung jangka kesalahan :
log ( C + c [ 1 \u2013 cl ] )
100
\t\t2 log r
\trumusnya tl :

c ( l \u2013 c) \tadalah rumus untuk standard error dengan 7/10
100 \t konvidens level untuk Daftar Swadesh 100 kata.\t
5. \tJangka kesalahan diperoleh dari t - tl
6. \tHasil perhitungan dengan rumus-rumus di atas dikalikan 1.000
7. \tBerpisah Bahasa-bahasa dari Bahasa purbanya antara tl tahun dan t + (t - tl) tahun (tentu saja setelah dikalikan 1.000). Untuk mengetahui pada tahun dihitung pada tahun 1965 (semua angka dibulatkan ke atas).
Untuk mengumpulkan perbendaharaan kata-kata yang digunakan Daftar Swadesh sebagai daftar tes. Daftar ini terdiri atas kata-kata yang menjadi dasar ganti kata-kata yang diperbandingkan tadi menentang homoseksual.
Telah dimiliki, yaitu Bahasa memiliki 2 komponen yaitu komponen konten dan komponen axpression. Dalam pekerjaan kami di lapangan "kata-kata" dalam daftar swedesh bertindak sebagai konten, sedangkan ekspresi-nya ada pada kata-kata yang kami peroleh dari Bahasa-bahasa yang diperbandingkan. Dalam arti kata kata-kata itu mesti tepat sama; andaikata kami mesti memberikan kata yang berarti hati, kami harus memberikan kata yang tepat.
Diusahakan agar kata-kata dalam daftar swedesh itu diterjemahkan dengan kata-kata tadi, mesti terjemahan universal dan non-budaya juga merupakan \u201ckonsep luas yang mudah diidentifikasi yang dapat dicocokkan dengan istilah-istilah sederhana dalam kebanyakan bahasa\u201d (Swedesh, dalam Hoijer 1956: 1) . Disamping itu adalah masalah prioritas frekwensinya (Hymes 1960: 7).
Dalam karangannya Menuju Akurasi Dalam Kencan Lexikostatistik (1955) Swedesh mengurangi jumlah kata-kata yang dimasukkan dalam daftar yang menjadi 100. Daftar ini memuat harkat retensi yang lebih tinggi dari pada yang lama, yaitu 86% (yang lama 81%). Apa saja yang dihapuskan?
1. \tBeberapa istilah yang bergandengan dengan kompleksitas geografis dan dihapuskan, karena tidak bersifar universal;
2. \tDemikian pula beberapa item budaya al, istilah kekerabatan, dengan alasan-alasan "non-universalitas, duplikasi, ambiguitas ...";
3. \t"... semua item khusus harus dihindari karena mereka terlalu sering diungkapkan dengan frasa daripada kata-kata sederhana";
4. \tKata-kata seperti "potong, tarik, peras", dsb. Dihapuskan;
5. \tKata-kata yang mungkin terulang tidak dimuat lagi, misalnya untuk istri berbagai bahasa mempergunakan wanita, dsb;
6. \tKata-kata peniru bunyi dan kata-kata yang sangat \u201cterikat dengan kekhasan morfologi bahasa\u201c, dihapuskan.
Dalam klasifikasi 9 (sembilan) Bahasa yang dikelompokkan Toraja oleh para penyelidik R. Salzner, Dr. SJ Esser, Dr. Adriani dan Alb. C. Kruyt, diambil Bahasa Indonesia sebagai daftar ujian untuk mendapatkan kebenaran pengelompokkan di atas. Dikumpulkan semua Bahasa yang dikelompokkan Toraja oleh penyelidik-penyelidik tersebut. Berturut-turut diperoleh sebagai berikut:
1 \tKaili (Ledo);
2. \tSigi (Ija);
3. \tPakava (Da'a);
4. \tKulavi (Moma);
5. \tPoso (Bare'e);
6. \tPipikoro (Uma);
7. \tBada;
8. \tNapu;
9. \tToraja Sa'dan.
Prosedur yang diikuti sesuai dengan penerapan Harimurti Kridaleksana untuk Bahasa Nusantara sebagai berikut:
Menentukan seasal-bukannya kata-kata yang diselidiki. Untuk itu pertolongan dari metode komparatif klasik atau meminta-luar mesti kita minta. Fonem Kesepadanan mendapat perhatian pertama.
Rekonstruksi perbendaharaan kata-kata yang dibuat Dempwolff bersama perubahan-perubahannya dari Dyen merupakan tes dalam menentukan kesepadanan-kesepadanan dan juga menentukan laut-tidaknya kata-kata dalam daftar swedesh yang diselidiki.
Untuk dapat dibaca kata-kata yang diperbandingkan, seasal atau tidak, sering kami dapat kata-kata yang tidak mirip. Persoalannya mungkin kata-kata itu pinjaman. Persoalan seperti ini menyangkut pula oleh G. Fairbanks (1955: 166-120). Ia memberi kesimpulan bahwa "ada hubungan yang konsisten antara jumlah kognitif dan jumlah serupa".
Pegangan kami ada jika kata-kata Yang Terkait tadi juga sama denga kata yang searti dalam bahasa yang diselidiki, maka kata-kata itu mesti dianggap sebagai kata pinjaman (Gudschinsky 1956: 181). Jadi suda lalaki, Tagalog lalaki, lelaki Melayu atau Laki-laki, Karo dilaki dianggap kata seasal dan bukan kata pinjaman.
Pengelompokan Bahasa sekerabat (subkelompok) oleh leksikostatisti, telah disetujui di atas bahwa leksikostatistik digunakan pula untuk pengelompokan Bahasa-bahasa yang sekerabat. Prosedur terinci diuraikan oleh Dyen dalam karangannya Hubungan lexocostatistically menentukan kelompok bahasa.
Prosedur yang kami bahas dalam karangan ini tidak dapat benar dengan prosedur Dyen:
1. \tSetelah diketahui persentase kata-kata seasal dari Bahasa-bahasa yang diselidiki (istilah Dyan: matriks persentase serumpun yang masuk akal), maka ditentukan selisih maksimum antara satu Bahasa dengan Bahasa lain yang sesuai dengan bahasa yang masih ada satu kelompok atau bukan. Menurut Dyen, besarnya selisih itu tidak boleh melebihi 10%. Jadi jika dua Bahasa saling berselisih lebih dari 10%, maka ke dua Bahasa itu tidak termasuk dalam satu kelompok.
2. \tBahasa Melayu yang digunakan sebagai pangkal dalam bahasa Inggris. Prosedur ini sesuai dengan cara swedesh mengelompokkan Bahasa sekerabat dengan mengelompokkan Bahasa-bahasa menurut proporsi persentase. Setiap ditentukan, masing-masing kelompok, maka Bahasa-bahasa yang dikelompokkan itu memiliki satu Bahasa purba khusus (ini yang dinamakan dengan bahasa meso oleh Dyen).

PAC (- pBC)



PAB


\tA \tB \tC\t
pAB = bahasa meso
pAC = bahasa proto (untuk A, B juga C)

Dalam rumpun Bahasa Austronesia, Bahasa Indonesia-Purba (yang melingkupi bahasa Indonesia: istilah Dyen Hesperonesia) merupakan bahasa proto dari seluruh Bahasa-bahasa Austronesia.
Hasil prosedur di atas, memberikan sub pengelompokan untuk bahasa-bahasa yang diselidiki Sesudahnya bisa ditentukan distribusi Bahasa-bahasa itu. Migrasi satu grup ditentukan lebih dahulu, kemudian baru ditentukan transisi untuk selengkapnya. Pelbagai jenis harus distribusinya.
3. \tLokasi Bahasa-masing-masing Bahasa Kaili dialek Ledo, diambil sebab Bahasa-bahasa Banava, Tavaeli, Parigi, Sausu dan Dolo diabaikan karena hanya berbeda dialek. Kemudian Bahasa-bahasa lain yang dikelompokkan Toraja disamping Bahasa Kaili adalah Kulavi dan Pipikoro, menurut Esser. Berdampingan dengan Bahasa itu adalah Napu, Bada dan disebutnya pula Ledo. Lebih ke Timur Ada Bahasa Bare'e yang agak luas daerahnya. Bahasa Toraja Sedang Ada pada bagian Selatan.

Perkembangan Bahasa
Dari 21 (dua puluh satu) jumlah Bahasa di Sulawesi Tengah dengan jumlah penuturnya masing-masing, adalah:
1. \tBahasa Tomini; Jumlah penuturnya sekitar \t68.633 \torang
2. \tBahasa Bolano; Jumlah penuturnya sekitar \t11.500 \torang
3. \tBahasa Dampelas; Jumlah penuturnya sekitar \t27.836 \torang
4. \tBahasa Kaili; Jumlah penuturnya sekitar \t334.523 \torang
5. \tBahasa Pipikoro; Jumlah penuturnya sekitar \t12.071 \torang
6. \tBahasa Kulavi; Jumlah penuturnya sekitar \t10.000 \torang
7. \tBahasa Baleasang; Jumlah penuturnya sekitar \t16.788 \torang
8. \tBahasa Petapa; Jumlah penuturnya sekitar \t400 \torang
9. \tBahasa Mori; Jumlah penuturnya sekitar \t30.894 \torang
10. \tBahasa Pamona; Jumlah penuturnya sekitar \t130.643 \torang
11. \tBahasa Bada Besoa (Lore Selatan); Jumlah penuturnya
\tsekitar \t5,993 \torang
12. \tBahasa Napu (Lore Utara); Jumlah penuturnya sekitar \t6,141 \torang
13. \tBahasa Bungku; Jumlah penuturnya sekitar \t40,452 \torang
14. \tBahasa Saluan; Jumlah penuturnya sekitar \t112,997 \torang
15. \tBahasa Banggai; Jumlah penuturnya sekitar \t94.446 \torang
16. \tBahasa Balantak; Jumlah penuturnya sekitar \t11.350 \torang
17. \tBahasa Andi'o / Bobongko; Bahasa ini tersedia di Kecamatan Lamala dan hampir punah. Apakah Bahasa ini merupakan dialek Bahasa Bobongko belum dapat dipastikan dan masih perlu penelitian selanjunya. Penutur Bahasa ini sekitar 557 orang.
18. \tBahasa Loinan; Jumlah penuturnya sekitar \t8,995 \torang
19. \tBahasa Buol; Jumlah penuturnya sekitar \t52,186 \torang
20. \tBahasa Tolitoli; Jumlah penuturnya sekitar \t51,113 \torang
21. \tBahasa Dondo; Jumlah penuturnya sekitar \t38.816 \torang
Yang paling banyak jumlah penuturnya adalah Bahasa Kaili yaitu 45% dari jumlah penduduk Sulawesi Tengah. Bahasa asal ini dipakai oleh penduduk yang bertempat tinggal di lembah Palu dan sekitarnya, jadi biasa juga disebut dengan Bahasa Palu. Dari 16 dialek dan sub dialek Bahasa ini, dialek Palu juga menjadi Bahasa atau dialek yang digunakan oleh pendukung dialek lainnya, jika mereka bertemu, berbicara atau berkomunikasi antara dialek. Bahasa ini dibuat Bahasa pengatur antara dialek Bahasa Kaili yaing lain, bahkan dengan Bahasa-bahasa lain yang gabungan, seperti Bahasa Pamona (Bahasa Poso). Hal ini disebabkan oleh peran dan peran kota Palu selain sebagai Ibu Kota Provinsi juga sebagai pusat komunikasi penduduk yang padat dan sering berdagang ke daerah pedalaman.
Memperhatikan perkembangan Bahasa ini pada tahun 1895, Bahasa Palu hanya memiliki penutur 25.000, menyediakan di pantai Selat Makassar dan digunakan sebagai alat komunikasi hanya sampai ke daerah Tolitoli sekitar teluk Tomini. Jika dibandingkan dengan situasi sekarang, maka hal ini memulai pengembangan yang cukup cepat dalam jumlah penutur dan lokasi penyebarannya.
Saat ini, di kota Palu saja memiliki \uf0b1 70.000 pemakai yang ada di wilayah-kecamatan dan sekitarnya. Selama \uf0b1 79 tahun, Bahasa ini meluas sampai ke Una-Una, Tavaelia, Ampana, Tojo, Poso Pesisir di Kabupaten Poso dan melebar sampai ke Kabupaten Buol Tolitoli, serta pada batas Bahasa Gorontalo di Sulawesi Utara. Terkait dalam penyebaran Bahasa ini, hampir seluruh wilayah di Sulawesi Tengah telah memakainnya.
Pada zaman kerajaan Pue Bongo dan Lamakaraka di Palu, memiliki dialek Bahasa Kaili Ledek dari Bahasa induknya (Raranggonau) pada tahun 1508 sd 1728, bertepatan dengan zaman kerajaan tersebut di Kalinjo.



Bahasa-Bahasa
Sebagai Ketua Tim Survei Bahasa-Bahasa di Sulawesi Tengah, kami menerima bahwa hasil yang diperoleh dalam survei di tahun 1977/1978, belumlah sempurna. Namun demikian, karena hasil survei terakhir mengenai bahasa di Sulawesi Tengah dan telah meneliti penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengelompokan atau pemetaan Bahasa-bahasa di wilayah ini, kembali kami gambarkan bagaimana kebahasaan terkhusus di Sulawesi Tengah, dengan memeriksanya pada setiap Kabupaten.
Bahasa Dari Kaili dan Dialeknya di Kabupaten Donggala, dengan pembagian atas 7 (tujuh) Bahasa, yaitu:
1. \tBahasa Tomini.
\tBahasa ini terdapat di Kecamatan Moutong, Tomini dan Tinombo, dengan jumlah penuturnya sekitar 68.633 orang.
\tDialek Bahasa Tomini adalah: Dialek Lauje, ada di Kecamatan Tomini dan Dialek Taji'o, tersedia di Kecamatan Tinombo.
2. \tBahasa Bolano.
\tBahasa ini terdapat di sebagian Kecamatan Moutong dengan jumlah penuturnya sekitar 11.500 orang.
3. \tBahasa Dampelas.\t
\tBahasa ini tersedia di Kecamatan Sojol dengan jumlah penuturnya sekitar 27.836 orang.
4. \tBahasa Balaesang.
\tBahasa ini tersedia di Kecamatan Balaesang dengan jumlah penuturnya sekitar 16.780 orang.
\tDialek Bahasa Balaesang adalah: Dialek Balaesang dan Dialek Pendau.
5. \tBahasa Kaili.
\tBahasa ini terdapat di Kecamatan Sirenja, Sindue, Tavaelia, Banava, Palu, Parigi, Maravola, Sigi, Dolo, Tomini, Ampibabo, dengan jumlah penuturnya sekitar 334,523 orang atau kira-kira 1/3 (sepertiga) dari jumlah yang bervariasi Sulawesi Tengah. Ditambah lagi dengan Bahasa Kaili di luar kecamatan ini, sehingga ditambahkan \uf0b1 45% dari jumlah penduduk Sulawesi Tengah. Jadi Bahasa ini yang paling banyak penutur / pendukungnya di Sulawesi Tengah.
\tBahasa Kaili ini memiliki dialek lagi, seperti:
Sebuah. \tDialek Rai; Ada di Sirienja dan Tavaeli;
b. \tDialek Tajio atau Ajio; Ada di Sindue;
c. \tDialek Kori; Ada di Sindue;
d. \tDialek Do'i / Dii; Ada di Tavaeli dan Banava;
e. \tDialek Unde atau Ndepu; Ada di Banava;
f. \tDialek Palu; Ada di Palu, Dolo dan sebagian Biromaru;
g. \tDialek Da'a;
h. \tDialek Inde; Ada di Maravola (Bamba);
saya. \tDialek Ija; Ada di Biromaru;
j. \tDialek Moma; Ada di Kulavi Utara;
k. \tDialek Edo; Ada di Dolo;
l. \tDialek Ava;
m. \tDialek Tara; Ada di Parigi, Ampibabo, Palu;
n. \tDialek Tado; Ada di Rio, Lindu, Pebonde;
Hai. \tDialek Ta'a; Ada di Dolago, Sausu, Palolo;
hal. \tDialek Ende; Ada di sungai Lariang, Toribara, Saluburu;
6. \tBahasa Pipikoro.
Bahasa ini tersedia di Kulavi Selatan dengan jumlah penuturnya sekitar 12.071 orang.
\tDialek Bahasa Pipikoro: Dialek Tado, Dialek Rompi, Dialek Seko.
7. \tBahasa Petapa.
Bahasa ini tersedia di Parigi dengan jumlah penuturnya sekitar 400 orang.
Disamping ketujuh Bahasa tersebut di atas, di Kabupaten Donggala merupakan lokasi yang dikunjungi oleh Bahasa Tomini dialek Taji'o, Lauje atau di samping Bahasa Kaili. Daerah tersebut adalah Tomini dan Ampibabo dengan jumlah penduduk yang menggunakan Bahasa campuran sekitar 26.656 orang.

Etnis dan Logat
Kesimpulan Tim Penulisan Monografi Daerah Sulawesi Tengah yang memimpin penulis tahun 1975 mengemukakan itu, Bahasa Tomini dimasukkan ke dalam Kelompok Bahasa Kaili, maka sesuai pengamatan terakhir dilokasi Tomini ada tambahan Bahasa dan pakaian adat orang Kaili. Etnis dan wilayahnya di Sulawesi Tengah oleh penulis tahun 1977, terbitan Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah, Tomini dikelompokkan khusus.
Di Sulawesi Tengah Ada beragam adat istiadat. Perbedaan-perbedaan ini memuat antara lain:
Sebuah. \tPakaian;
b. \tMakanan khas;
c. \tUpacara sejak lahir hingga meninggal dunia;
d. \tPerumahan;
e. \tSebahagian dibedakan pula oleh Bahasa (logat);
Berdasarkan perbedaan tersebut, maka dibagi menjadi beberapa kelompok di Sulawesi Tengah adalah sebagai berikut:
Sebuah. Kaili;\t
b. Tomini;\t
c. Kulavi;\t
d. Pengetahuan;\t
e. Pamona;\t
f. Mori;\t
g. Bungku;\t
h. Banggai;\t
SAYA. Saluan;\t
j. Balantak;\t

Free Images

Use Office Templates