GoGPT GoSearch New DOC New XLS New PPT

OffiDocs favicon

PMZ; Zaman Pemerintahan dan Kemerdekaan di Palu

Free download PMZ; Zaman Pemerintahan dan Kemerdekaan di Palu free photo or picture to be edited with GIMP online image editor

Ad


TAGS

Download or edit the free picture PMZ; Zaman Pemerintahan dan Kemerdekaan di Palu for GIMP online editor. It is an image that is valid for other graphic or photo editors in OffiDocs such as Inkscape online and OpenOffice Draw online or LibreOffice online by OffiDocs.

Bagian VI
Zaman Kemerdekaan dan Pemerintahan di Palu



Sulawesi Tengah dan Kemerdekaan
Lembah Palu Sulawesi Tengah, rakyat menyadari kewajibannya setelah mendapat kunjungan dari kurir dan propangandais yang datang dengan perahu-perahu layar ke daerah ini. Mereka lengkap dengan petunjuk dan strategi bertindak menurut terapan daerah masing-masingnya. Pimpinan perjuangan dari Makassar, intens mengirim petunjuk-petunjuk untuk menyeragamkan perjuangan se Sulawesi. Dengan petunjuk dan strategi itu, gerakan pemuda, tokoh-tokoh masyarakat bahkan tokoh agama di Palu, segera menjalin kerjasama untuk satu kegiatan yang sama yaitu penggemblengan seluruh masyarakat lokal, baik laki-laki maupun perempuan, tua dan muda untuk menuju Persatuan dan Kesatuan Bangsa, mempertahankan Kemerdekaan Negara Indonesia.
Tanggal 17 Agustus 1945 atas nama Bangsa Indonesia, Sukarno-Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia, dimana Belanda hanya mengakui Pemerintahan R.I. berkuasa hanya atas Jawa, Madura dan Sumatra, sedang wilayah di Nusantara Bagian Timur oleh Belanda dengan kedok Nederlands Indies Civil Affairs (NICA) menjalankan politik memecah belah dengan mendirikan negara boneka di beberapa daerah.
Sesaat setelah Proklamasi di Jakarta, Jepang mulai meninggalakan Sulawesi Tengah. Melalui rapat terakhirnya, Pimpinan Pemerintahan untuk Sulawesi Tengah yang tergabung di dalam :
1.\tAfdeeling Donggala diserahkan kepada Magau Banava Donggala XI, La Ruhana Lamarauna;
2.\tAfdeeling Poso diserahkan kepada Magau Poso, Wongko Talasa.
Bulan Oktober NICA mulai menduduki kota Donggala dan lembah Palu, kota Poso dan sekitarnya, dalam rangka hendak menanamkan kembali kekuasaan Pemerintah Belanda.
Pada fase awal pertumbuhan pemukiman di kota pelabuhan Donggala, selain penduduk asli adalah pendatang dari daerah lain yaitu Sulawesi Selatan terutama Bugis, Makassar, Mandar, kemudian menyusul Gorontalo, Manado, Ambon dan Sangir.
Pada permulaannya kelompok-kelompok tersebut mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda, lalu membentuk sintesa kebudayaan melalui hubungan dagang dan perkawinan. Terjadi kontak budaya atau akulturasi yang apik, membawa kota pelabuhan Donggala mengalami masa kejayaannya.
Kerajaan Banava dengan Ibukotanya Donggala adalah salah satu kerajaan lokal di Sulawesi Tengah, mempunyai wilayah yang luas sekitar 460.000 Ha., terbagi atas 3 bagian sebagai berikut :
1. \tBanava Selatan\t: dari Loli Vatusampu samapi Surumana berbatasan dengan Mamuju;
2.\tBanava Tengah\t: dari Pantoloan sampai Sindue;
3.\tBanava Utara\t: dari Balaesang sampai Dampelas Sojol termasuk pulau Pasoso, Pangalasing, Tingoan, Mapute.
Tanggal 25 Agustus 1945 utusan Gubernur Sulawesi masing-masing A.N. Hajarati dan Hamzah Ilahude, tiba di Poso dari Makassar membawa :
\u2022\tSebuah salinan teks Proklamasi 17 Agustus 1945;
\u2022\tSurat salinan anjuran untuk mempertahankan Kemerdekaan;
\u2022\tSurat Keputusan hasil pertemuan raja-raja se Sulawesi Selatan bertempat di rumah Arum Pone di Jongaya, memutuskan untuk tak mau dijajah lagi. Pernyataan tetap setia kepada Republik Indonesia dan akan tetap mempertahankan Republik Indonesia.
Hasil pertemuan yang dihadiri tokoh masyarakat dan para pimpinan Partai Politik di wilayah Poso, membentuk suatu Pemerintahan Nasional. Kepala Pemerintahan Poso terpilih bernama Wongko Lembah Talasa dan Ketua Dewan Nasional bernama Ibrahim Muhammad.
Pertengahan bulan September 1945 petunjuk-petunjuk, program dan strategi perjuangan untuk mempertahankan Kemerdekaan, dibawa oleh Alexander Monoarfa selaku Kepala Bagian Pelayaran Perahu di Donggala dari Makassar. Pada tanggal 21 September 1945, berdirilah Organisasi Perjuangan Pemuda yang dinamakan Gerakan Merah Putih dengan Ketua Umum : Alwi Muhammad, Wakil Ketua: Muhammad Amu dan Sekretaris : Alexander Monoarfa. Ditunjuk sebagai Pelindung organisasi ini adalah Rohana Lamarauna (Magau Banava).
Bulan September 1945, dua regu Leger Organisasi Central (LOC) datang dari Tarakan dan Balikpapan dengan menumpang Kapal Motor Beatrix. Kedatangan ini bertujuan untuk mengadakan kerjasama dengan anggota bekas KNIL untuk menjadi Jumpo (Polisi), diangkat oleh Pemerintahan Jepang.
Sebagaimana disebutkan di atas akibat akulturasi yang apik, terbina pula rasa kesatuan dan persatuan antar suku. Kondisi ini dipakai sebagai alat memecah belah kembali kelompok-kelompok yang bersatu tadi dengan menanamkan pengaruh-pengaruh pergaulan dan ajaran-ajaran pendidikan Belanda. Hal ini membawa kesadaran kepada tokoh-tokoh masyarakat, golongan pemuda dan pemuka agama dengan membentuk organisasi-organisasi perjuangan sebagai berikut :
Di Donggala \t: Lasykar Pemuda Indonesia Merdeka (PIM), dengan Susunan Pengurus :
-\tPimpinan Umum \t; \tLa Ruhana Lamarauna (1942-1947)
\t\t\tLa Parenrengi Lamarauna (1947-1950)
-\tWakil\t\t;\tA. Mohammad
-\tPim. Staf Umum\t\t;\tPiola Isa (Abd. Gani \u201cnama samaran\u201d)
-\tSekretaris\t\t;\tAndi Cella Nurdin
Di Palu \t: Angkatan Pemuda Indonesia (API), dengan Susunan Pengurus :
-\tKetua \t; \tR. Ambya
-\tSekretaris\t;\tYunus Sunusi
Di Sigi \u2013 Dolo\t: Perjuangan Indonesia Merdeka (PRIMA), dengan Susunan Pengurus :
-\tKetua\t; \tHi. Yotto Dg. Pawindu D.S.
-\tSekretaris\t;\tM. Djaerudin Abdullah
Di Vani\t\t\t: Partai Rakyat Indonesia (PARINDO), dengan Susunan Pengurus \t:
-\tKetua\t; \tMoh. Arsyad
-\tSekretaris\t;\tMashud Pettalolo
Di Tavaeli\t\t\t: Gerakan Rakyat Indonesia Merdeka (GRIMA), dengan Susunan Pengurus :
-\tKetua\t; \tJondi Maranua
-\tSekretaris\t;\tDg. Malaja Lamakampali
Organisasi-organisasi ini ikut mempunyai andil mempercepat proses mengakhiri kekuasaan Pemerintah NICA di wilayah \u201cAfdeeling Donggala\u201d.
Awal bulan November 1945 tentara sekutu NICA \u201cNederlands Indies Civil Affairs\u201d, datang di Buol dari Manado sebanyak satu regu dengan menggunakan motor laut yang dipimpin oleh Sersan Lumoa. Kedatangan mereka bertujuan untuk melepas tentara Jepang pimpinan Tanaka, yang telah ditawan oleh Pemerintah dan rakyat setempat.
Kedatangan kembali Belanda membonceng kepada Tentara Sekutu untuk berkuasa, menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat. Para magau yang telah menerima kembali kekuasaannya, sesaat sebelum Jepang pergi, menyambut kedatangan Belanda dengan sikap biasa saja. Tetapi, dari Pemuda yang tergabung dalam Organisasi Gerakan dan para Pimpinan Partai Politik yang sejak lama menentang kekuasaan Belanda, bersikap menolak dan menentang keras kembalinya Belanda berkuasa di daerahnya. Mereka menyusun strategi dan kekuatan di luar kota, dalam bentuk \u2018sobotase\u2019, seperti penghadangan dan pengrusakan jembatan-jembatan bila ada patroli-patroli pasukan Tentara Belanda NICA keluar kota. Sehingga mengakibatkan banyak diantara tokoh Pergerakan Kemerdekaan yang ditangkap dan dimasukkan dalam tahanan dengan penyiksaan.
Organisasi gerakan penentang Kekuasaan Belanda NICA seperti yang telah disebutkan diatas, mendapat bantuan dan pengaruh dari tokoh PKR di Luwu (Palopo) dan tokoh KRIS Muda di Mandar. Gerakan perlawanan terhadap Belanda ini dilakukan pula secara terang-terangan melalui Organisasi Politik, dan perlawanan secara bergerilya oleh anggota pergerakan. Hal ini berlangsung cukup lama, sampai terbentuknya Negara Indonesia Timur (NIT), berkedudukan di Makassar. NIT ini, di bentuk oleh Gubernur Jenderal terakhir Belanda di Indonesia Dr. H. J. Van Mook, dari hasil Konferensi Denpasar pada tanggal 24 Desember 1946.
Presiden NIT saat itu adalah Tjokorde Gede Rake Sukawati dari Bali, yang diangkat oleh Belanda. (Rencana Pembentukan Negara Timur Besar = De Grole Ost. Menurut naskah peraturan pembentukan NIT, Bab III, Pasal 14 ayat 1 Sub 5e berbunyi : \u201cDearah Sulawesi Tengah terdiri dari Resort Afdeeling Poso dan Afdeeling Donggala meliputi kerajaan-kerajaan Tojo, Poso, Lore, Una-una, Bungku, Mori, Banggai, Tavaeli, Banava, Sigi, Biromaru, Dolo, Kulavi, Parigi, Moutong dan Tolitoli, semua terikat satu sama lain secara persekutuan\u201d).
Pada bulan Juli 1949 dibentuk IPPRI (Ikatan Persatuan Perjuangan Rakyat Indonesia) yang berpusat di Palu. Wadah ini berfungsi sebagai Pemersatu Organisasi-Organisasi Perjuangan, dengan tuntutan membubarkan Negara Indonesia Timur. Pada tahun yang sama, 15 orang Magau di Silawesi Tengah mengadakan pertemuan di Tentena yang dipimpin oleh Residen Manado, Dr. Morison. Hasil dari pertemuan itu, terbentuk Daerah Otonom Sulawesi Tengah yang ber Ibukota Poso, dengan Kepala Daerahnya R. M. Pusadan. Daerah Otonom Sulawesi Tengah meliputi 16 Daerah Kerajaan yang ada. Sebagai Koordinator adalah Kepala Daerah sebagai ketuanya sehingga dengan demikian R.M. Pusadan pada waktu itu juga menjabat Ketua Dewan Raja \u2013 Raja di Sulawesi Tengah.
Sesudah Penyerahan kedaulatan (hasil KMB di De Haag) pada tanggal 27 Desember 1949 berdirilah Negara Indonesia Serikat (RIS) dimana NIT sebagai Negara Bagian dari padanya.
Tanggal 6 Mei 1950 magau-magau di Sulawesi Tengah yaitu Magau Banava Donggala XII L. Lamarauna, Magau Palu Wawo Parampasi, Magau Tavaeli Lamakampali bertempat di Gedung Gesagheober (sekarang : Gedung Juang), mengisi dan menandatangani serah terima kedaulatan di atas formulir Republik Indonesia. Pemerintahan untuk daerah Sulawesi Tengah diserahkan kepada L. Lamarauna mewakili masyarakat Sulawesi Tengah.
Perjuangan rakyat Sulawesi Tengah menuntut kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia di daerahnya dan pembubaran Negara boneka Belanda NIT terus-menurus di perjuangkan. Surat kawat IPPRI yang di kirimkan kepada wakil Daerah Sulawesi Tengah dalam DPR Negara Indonesi Timur di Makassar berbunyi :
Imade Geria/Empresshote Makassar titik Kami partai-partai pergerakan Sulawesi Tengah di Palu koma Tavaeili koma Vani koma Donggala koma dan Sigi, Dolo terdiri 29 partai koma memutuskan setuju dan menyokong adanya gerakan pembubaran NIT dengan segera dan terbentuknya Negara Kesatuan RI titik habis.
Akhirnya pada tanggal.17-agustus-1950 NIT di bubarkan dan berdirilah Negara Kesatuan RI yang mempunyai wilayah dari sabang sampai Marauke. Pada tanggal 17-agustus 1950 itu pula berdiri Republik Indonesia Provinsi Sulawesi dengan Ibukota Makassar. Yang di angkat menjadi Akting Gubernur ialah B.W. Lapian. (17-8-1950 s/d 1-7-1951).
Sulawesi Tengah sebagai salah satu wilayah dari Republik Indonesia Provinsi Sulawesi, meliputi wilayah bekas Afdeeling Poso dan Afdeeling Donggala.
Pada tanggal 5 Oktober 1951 dengan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah, Sudiro No. 633 Sulawesi Tengah di bagi menjadi 2 Daerah Otonom setingkat Afdeeling dulu, yaitu :
1.\tDaerah Swatantra Tingkat II Donggala dengan Ibukotanya Donggala. Kepala Daerahnya yang Pertama Ince Naim Dg. Mangun, berkedudukan di Donggala;
2.\tKabupaten Daerah Tingkat II Poso dengan Ibukotanya Poso. Kepala Daerahnya yang Pertama Radjawali Mohammad Pusadan, berkedudukan di Poso.
Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah No. 33/1952 pada tanggal 12 Agustus 1952 menjadi :
1.\tKabupaten Daerah Tingkat II Donggala dengan Ibukotanya \u201csementara\u201d di Palu. Kepala Daerahnya tetap Ince Naim Dg. Mangun dan pindah berkedudukan di Palu;
2.\tKabupaten Daerah Tingkat II Poso dengan Ibukotanya Poso. Kepala Daerahnya tetap Radjawali Mohammad Pusadan.
Keadaan Sulawesi Tengah yang terdiri dari 2 Daerah Otonom ini berlangsung sampai tahun 1956. Atas kebijaksanaan Pemerintah Provinsi Sulawesi pada tahun 1956 itu, ditempatkan Residen Koordinator di Palu dijabat oleh H. D. Manopo, yang meliputi 3 wilayah Kabupaten yaitu Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso dan Kabupaten Gorontalo.
Pada tanggal 7 Februari 1956 terbentuk Badan Penuntut Daerah Otonom (BPDO) Tingkat II Banggai dan tanggal 15 Juli 1957 terbentuk pula Badan Paniti Penuntut Kabupaten Buol-Tolitoli. Dengan dikeluarkan Undang-Undang No. 29 tahun 1959, Daerah Tingkat II Banggai dengan Ibukota Luwuk dipimpin oleh Bupati Bidin dan pada tanggal 15 Juli 1960 terbentuk pula Daerah Tingkat II Buol Tolitoli dengan Ibukotanya Tolitoli, dipimpin oleh Bupati Radjawali Mohammad Pusadan.
Pada bulan Juli 1957, tokoh-tokoh PERMESTA baik Sipil maupun Militer Manado mengadakan Konfrensi di Gorontalo. Dalam konfrensi tersebut, diproklamirkan berdirinya Provinsi Sulawesi Utara, sekaligus mengangkat dan melantik H. D. Manopo sebagai Gubarnurnya. Sehingga menimbulkan reaksi dari tokoh-tokoh masyarakat dan Pemuda yang sadar bahwa tindakan PERMESTA adalah suatu penyelewengan terhadap pemerintah Pusat yang berkedudukan di Jakarta.
Untuk mengantisipasi penyelewengan yang dilakukan PERMESTA, dibentuklah organisasi-organisasi kemasyarakatan dan pemuda, antara lain Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah (GPST) di Poso dan Gerakan Pemuda Penuntut Provinsi Sulawesi Tengah (GPPPST) di Palu.
Pemuda bersama ABRI di Sulawesi Tengah, berhasil menumpas gerakan PERMESTA pada tahun 1958, dan status Keresidenan Koordinator Sulawesi Tengah di Palu dapat dipulihkan kembali. Dengan demikian, Pemerintah Pusat yang berkedudukan di Jakarta menunjuk R. M. Kusno Dhanupoyo menjadi Residen Koordinator Sulawesi Tengah di Palu.
Tahun 1959, Sulawesi Tengah dibagi atas 4 Daerah Otonom Tingkat II, masing-masing Kabupaten Donggala, Kabupaten Luwuk Banggai, Kabupaten Buol Tolitoli dan Kabupaten Poso melalui UU No. 29/1959.
Dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 47 tahun 1960, LN 1960 No. 151 tanggal 13 Desember 1960, Provinsi Sulawesi Tengah di bagi 2 menjadi Provinsi Sulawesi Selatan/Tenggara berkedudukan di Makassar dan Provinsi Sulawesi Utara/Tengah berkedudukan di Manado. Kemudian tahun 1964 dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 2 tahun 1964 tanggal 13 Februari 1964, LN 1964 No. 7, terbentuklah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah meliputi ke 4 wilayah Kabupaten yang ada; Kabupaten Daerah Tingkat II Donggala, Kabupaten Daerah Tingkat II Luwuk Banggai, Kabupaten Daerah Tingkat II Buol Tolitoli dan Kabupaten Daerah Tingkat II Poso.
Dengan ditetapkannya UU No. 13 tahun 1964 (LN RI No. 94 tahun 1964) lahirlah Daerah Otonom Provinsi Sulawesi Tengah yang setiap tanggal 13 April memperingati Hari Ulang Tahunnya.
Berdasarkan perkembangan akhir, dengan ditetapkannya UU No. 51 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Morowali dan Banggai Kepulauan. Wilayah Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah mengalami pertambahan dengan dikukuhkannya Kabupaten Buol yang terpisah dari Kabupaten Buol Tolitoli, Kabupaten Morowali yang terpisah dari Kabupaten Poso berkedudukan di Bungku dan Kabupaten Banggai Kepulauan yang terpisah dari Kabupaten Banggai berkedudukan di Banggai.

Palu dan Kemerdekaan
Akhir tahun 1945, seorang petugas negeri berkebangsaan Belanda bernama L. Barrau, datang dengan kapal turun di Parigi. Ia dikenal sebagai H.P.B. Belanda sebelum Perang Dunia ke II. Kedatangannya menjalankan konsep Belanda yang dikenal dengan nama Nederlands Indies Civil Affairs (NICA), disambut oleh magau-magau Parigi yang belum yakin dengan status Kemerdekaan. Ia dibawa ke Palu sebagai Ibukota Daerah Sulawesi Tengah. Setibanya di Palupun masih disambut baik oleh magau-magau, sehingga Petugas berkembangsaan Belanda ini dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik dan mendapat bantuan dari pejabat-pejabat lokal waktu itu.
Kondisi itu kemudian berubah sangat memprihatinkan. Di kalangan masyarakat terjadi perselisihan, ada yang pro dan ada kontra. Melihat kondisi ini, munculah siasat dan tindakan perlawanan di berbagai daerah, melumpuhkan jalannya Pemerintahan NICA.
Di beberapa daerah, perlawanan rakyat tak dapat lagi dibendung. Hal ini terlihat pada pembakaran gudang-gudang perusahaan Belanda seperti, Gudang Kopra Fonds, Gudang Kapas hasil rampasan dari Pemerintah Jepang, perobekan Bendera Belanda dan dijadikan bendera Merah dan Putih di depan Kantor Pejabat Negara.
Selain pengibaran Bendera Merah Putih di depan Kantor Pejabat Negara, juga dikibarkan di atas gunung di depan Pelabuhan Kapal di Donggala oleh Pemuda Pergerakan \u201cMarkas Lasykar Merah Putih\u201d. Tempat ini dianggap startegis yang merupakan salah satu jalur perjalanan Komandokar (Mobil Dinas Polisi).
Melihat peristiwa itu, pihak Belanda melakukan penangkapan terhadap pemuda-pemuda pergerakan yang berada berdekatan dengan tempat itu untuk dimintai keterangan.
Gerakan Kelasykaran Merah Putih dituduh pengacau, ekstrimis dan lain-lain. Berbagai tuduhan diarahkan kepada semua Pimpinan Pergerakan, dan kondisi inipun semakin memuncak.
Sebuah peristiwa yang paling berkesan ditengah-tengah rakyat, saat terjadi penangkapan yang dilakukan oleh Polisi NICA di pasar-pasar. Pada hari Kamis tanggal 31 Januari 1946, dilakukan penangkapan di Pasar Kaleke terhadap Tokoh Merah Putih, Hi. Joto Daeng Pawindu DS. Sebagai pucuk Pimpinan Perjuangan Rakyat Sigi, Dolo dan Desa Sukamiskin pada tahun 1917, di tangkap bersama rekan-rekannya yang lain yaitu, Hi. Lasingka dan Lakacinda. Dalam waktu yang sama penangkapan juga dilakukan pada Daeng Pawara Pimpinan Merah Putih di Dolo, kemudian di Bora menangkap Taleb Lacinala Pimpinan Merah Putih di Bora. Singgah di Pasar Biromaru menangkap M. Dj. Abdullah sebagai Pimpinan Staf Merah Putih Sigi, Dolo di Kaleke, dan akhirnya di Palu menangkap Valuntina sebagai Pimpinan Merah Putih di Palu.
Para tahanan dimasukkan ke markas Polisi NICA. Mereka dituduh mengadakan rapat gelap di Sidera pada malam tanggal 31 Desember 1945, dan berencana mengadakan perlawanan terhadap Pemerintahan yang ada. Rapat rahasia itu ketahuan oleh Polisi yang datang sebanyak satu regu, dipimpin Komandan Quno dibawah salah satu Wakil Kepala Pemerintah Negeri Palu.
Pengerebekkan itu, memeriksa tempat pertemuan dan agenda acara berupa berkas-berkas hasil pertemuan. Mene Lamakarate, dkk yang memegang Pimpinan Besar Kelasykaran Merah Putih Sigi, Dolo, segera bertindak mengadakan protes atas tindak kekerasan itu. Ia dan teman-temannya mengeluarkan perintah pengerahan masa bersenjata ke Palu untuk membebaskan tahanan. Seluruh Pimpinan Lasyakar Merah Putih dari Kaleke, Pesaku, Dolo dan Biromaru bersama seluruh anggotanya, disiapkan berangkat ke Palu pada tanggal 10 Februari 1946 pagi.
Telepon di Kantor telah dikuasai. Pasukan diberangkatkan pada jam 8 pagi dan dipertigaan jalan Palu-Biromaru dan Dolo, menunggu anggota pasukan Biromaru yang akan bergabung menuju Palu. Jalil Jamal diberangkatkan dengan Kuda lebih awal ke Palu, menyiapkan anggota-anggota Merah Putih di Palu untuk berkumpul di rumah Jamal di pinggir sungai Palu, di Kampung Ujuna.
Untuk menghubungi Tavaeli yang juga sudah disiapkan lebih dahulu, diutus 2 orang penghubung yaitu saudara Dg. Malaja Lamakampali dan Ain Lahusaeni. Mereka bergerak maju menuju Palu dalam waktu yang sama dengan Sigi, Dolo.
Mene Lamakarate memerintahkan semua anggota untuk mengambil air sembahyang di tepi sungai Palu, kemudian kembali masuk barisan masing-masing. Ini dilakukan jika ada kemungkinan-kemunginan lain diluar dugaan mereka dan niat mereka tetap di Lindungi Tuhan YME. Sesudah semua angota disiapkan, maka berangkatlah mereka dengan penuh semangat, sambil menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan Lagu Perjuangan lainnya untuk membakar semangatnya. Pasukan masuk ke kota Palu tepat pada jam 10 pagi. Begitupun pasukan dari Tavaeli dalam waktu yang sama, telah berada di Talise menunggu perintah selanjutnya. Para anggota dari Palu telah diatur, berpose di belakang Markas Polisi di Besusu. Dari Tavaeli terdapat 500 anggota di bawah Pimpinan R.U. Jotolembah, Yondi Maranua dan Said Ali Sahibu.
Setibanya di Tatura, Pasukan Merah Putih Sigi, Dolo dijemput oleh anggota Pemerintah di Ibukota, L.N. Kansil sebagai Wakil H.P.B. dan Caco Idjasa mengajak Pimpinan Merah Putih, Mene Lamakarate untuk berunding dengan H.P.B. Palu L. Barrau. Permintaan diterima baik oleh Mene Lamakarate dengan syarat, kemudian diadakan perundingan di rumah kediaman H.P.B. L. Barrau. Semua magau-magau juga berkumpul di tempat itu. Sementara dalam perundingan, Pasukan diistirahatkan dilapangan depan kediaman H.P.B. yang kini diberi nama Lapangan Nasional. Hasil dicapai dalam perundingan, para tahanan segera dikeluarkan dan dikembalikan ke tempat masing-masing pada esok harinya.
Dengan adanya titik pertemuan yang baik ini, maka baik pasukan dari Sigi, Dolo, Tavaeli dan dari Palu sendiri, maka para tahananpun dikeluarkan untuk kembali ke rumahnya masing-masing.
Rapat diadakan di tempat kediaman pucuk Pimpinan Gerakan Merah Putih di Bambaru Kaleke, rumah dari Hi. Joto Daeng Pawindu DS.
Pada tanggal 3 Maret 1946 hari yang ditentukan untuk rapat, maka para utusan luar yang hadir yaitu : Andri Ngaru Pettalolo dan Lagama dari Donggala, Daeng Malaja Lamakampali dari Tavaeli, Yunus Sanusi dan Jabar Passau dari Palu, Mene Lamakarate dan M. Dj. Abdullah dari Biromaru, Daeng Pawara dari Bora, Taleb Lacinala dan R. Loulemba dari Dolo. Para pengundang sebagai tuan rumah terutama Hi. Joto Daeng Pawindu, DS. Hi. Lasingka, Lakacinda, L. Pakamundi, Datupamusu, Gagaramusu, Datupalinge serta semua anggota Merah Putih. Induk Markas Kaleke dan satu regu anggota Lasyakar disiapkan untuk keamanan.
Jam 09.00 tepat, rapat dimulai dan dipimpin Hi. Joto Daeng Pawindu DS, bertindak sebagai sekretaris rapat M. Dj. Abdullah. Sebagaimana biasa, rapat dibuka dengan menyanyikan Indonesia Raya dipimpin oleh Mene Lamakarate, kemudian mengheningkan cipta. Sekretaris membacakan agenda rapat dan kemudian mata acara yang akan dbahas satu demi satu, sampai selesai, tepat jam 17.00 (jam 5) sore. Secara garis besar hasil dari rapat adalah mempersatukan kekuatan ke dalam dan keluar serta strategi perjuangan di daerah masing-masing. Di Palu disampaikan, P.S.I.I. Cabang Palu di Ketuai Hi. Daeng Maroa DS. Terbentuk Partai Politik bersifat lokal, Ketua Hi. Abdul Kadir Nonci dan Sekretaris A. Jabar Passau. Di Sigi, Dolo terbentuk organisasi Perjuangan Rakyat Indonesia Merdeka yang disingkat PRIMA, berpusat di Kaleke. Ketua terpilih Hi. Joto Daeng Pawindu DS. dan Sekretaris M. Dj. Abdullah. Di Tavaeli Gerakan Rakyat Indonesia Merdeka disingkat GERIMA, daerah kerjanya sampai ke wilayah Parigi. Ketua Yondi Maranua dan Sekretaris Dg. Malaja Lamakampali. Di Vani Partai Rakyat Indonesia disingkat PARINDO, di Pimpin oleh Mohammad Arsyad dan Mashud Pettalolo. Di Palu terbentuk organisasi Angkatan Pemuda Indonesia yang disingkat API, sebagai Ketua R. Ambya dan Sekretaris Yunus Sunusi. Cabang-cabang organisasi ini menyebar luas sampai ke daerah lain. Dan di Biromaru dibentuk Organisasi Wanita yang dipimpin Ny. Kalsum L. Rajatiangso dan S. Zubaedah Abdullah.
Dari semua Organsasi dan Partai Politik itu, dipilih Penasehat Dr. Soewondo, Kepala Rumah Sakit Umum di Palu.Tugas utama beliau adalah menanamkan pengertian dan arti Kemerdekaan, serta menggembleng para Magau dan aparatnya untuk menyadari makna Kemerdekaan berbangsa dan bernegara.
Susunan Pemerintahan ini, dilengkapi seorang pimpinan berkebangsaan Belanda, seperti Assisten Residen dari Afdeealing Midden Celebes De Mei. H.P.B. Palu Van Oosten dan L. Barrau, dipindahkan menjadi H.P.B. Parigi. Sedangkan Donggala untuk semetara dirangkap oleh Assisten Residen De Mei. Status magau-magaupun mulai dikembalikan sebagai Kepala Pemerintahan Landscape dan membawahi beberapa Distrik, di Kepalai oleh Kepala Distrik. Rasa tidak aman terlihat pada rakyat dan memperlihatkan sikap apatis terhadap bentuk kekuasaan NICA. Sikap ini juga ditujukan pada anggota Pemerintahan yang berkebangsaan Belanda, karena anggota berkebangsaan Belanda sering kali mengumpul para Pimpinan Pergerakan untuk menjelaskan kedatangannya untuk sementara waktu. Statusnyapun merupaka Pegawai Negara Indomesia Timur. Tokoh Pergerakan yang terlibat dalam Partai Politik mengadakan rapat umum di Vani dan Tavaeli, mendapat kunjungan massa ribuan orang dan dari Parigi pun hadir disana. Dalam ruangan rapat, dihiasi gambar-gambar Pemimpin Negara Republik Indonesia yang saat itu berpusat di Yogyakarta. Rapat umum itu dianggap berhasil dan sukses guna memertebal keyakinan rakyat Indonesia, mempertahankan Kemerdekaannya. Seluruh rakyat bersalam-salaman dengan ucapan: \u201cMerdeka\u201d dan dijawab dengan salam \u201cTetap\u201d. Memberi salam dengan ucapan itu, telah menjadi semboyan pergerakan pertahanan di kalangan pemuda, tokoh masyarakat dan aktivis-aktivis pergerakan lainnya.
Pada tanggal 2 Januari 1947 seluruh Partai Politik di daerah ini sudah mempersatukan diri dalam sebuah wadah gabungan bernama Gabungan Partai Perjuangan Rakyat Indonesia Sulawesi Tengah (GAPPRIST) yang berpusat di Palu. Yang menjadi Ketua dan Sekretaris, Moh. Arsyad dari organisasi PARINDO di Vani dan N. Dj. Abdullah dari organisasi PRIMA di Sigi, Dolo. Anggota-anggota dari Wadah Gabungan ini terdiri dari PSII Cabang Palu, PARPIMA Palu, GERIMA Tavaeli, PARINDO Vani, PRIMA Sigi, Dolo, API Palu, dan PER Vani Biromaru. Dipilih menjadi Penasehat Gabungan adalah Dr. Soewondo, Kepala Rumah Sakit Umum Palu.
Program gabungan ini ialah menghimpun kekuatan bertindak ke dalam dan keluar dan telah mengambil beberapa keputusan penting utnuk dimajukan kepada pemerintah Republik Indonesia. Kerjasama dengan pusat Gerakan Rakyat Sulawesi di Makassar, Poso dan Tolitoli sebagai daerah tetangga terdekat.
Mengirim pernyataan kepada Pemerintah Pusat R.I. di Yogyakarta memberikan dukungan atas Keputusan Linggarjati, antara Wakil Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda. Salinan pernyataan disampaikan kepada Pemerintah setempat dalan hal ini Assisten Residen di Palu.
Setelah menerima salinan pernyataan dengan penandatanganan pernyataan itu di undang oleh Assisten Residen yaitu 2 orang Pimpinan GAPPRIST, Jabar dan N. Dj. Abdullah diruang tamu kediaman Assisten Residen Palu. Disana telah menunggu 2 orang wakil Pemerintah, Assisten Residen De Mei sendiri dan H.P.B. Van Oosten untuk menerima ke 2 tokoh pergerakan untuk menandatangani pernyataan. Pemerintah NICA menganggap menyalahi hukum di daerah. Oleh ke 2 penanggungjawab pernyataan menjelaskan bahwa : \u201cdalam Pasal 11 Keputusan Linggarjati yang disetujui Wakil Pemerintah Republik Indonesia dan Wakil Pemerintah Belanda membenarkan adanya daerah-daerah dalam Negara Indonesia untuk menentukan sikap tentang Kedudukan atau Status Daerahnya. Tanah Kaili khususnya atau Sulawesi Tengah umumnya adalah termasuk daerah mempunyai hak yang sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Sehingga berhak untuk menentukan sikap terhadap Isi Keputusan itu\u201d. Ke 2 Penguasa tetap mengecam dan tidak membenarkan pernyataan, sambil membuka peta Negara Indonesia dan menjelaskan letak kedudukan Daerah Sulawesi Tengah. Oleh pihak Pemerintah GAPPRIST mengeluarkan salinan Keputusan Linggarjati yang menjelaskan salah satu Pasal di Keputusan itu untuk memberikan kesempatan pada daerah-daerah di wilayah Indonesia, menetukan sikap dan status daerahnya. Akhirnya, dialog penentuan wilayah kekuasaan berdasarkan Keputusan Linggarjati disepakati oleh ke dua belah pihak, dengan harapan secara bersama-sama dapat mewujudkan kerjasama untuk mamajukan daerah ini.
Dalam perbincangan lain, Pimpinan GAPPRIST diberi kesempatan menemui Pemerintah bila diperlukan, baik di Kantor maupun di rumah. Begitupun sebaliknya, kata Assisten Residen De Mei, \u201cKami akan menemui pemimpin GAPPRIST\u201d menyelesaikan segala persoalan dengan baik\u201d. Selanjutnya ia mengajukan pendapat, \u201cjika ke 2 Pimpinan GAPPRIST bersedia bekerja dalam Pemerintahan, kami berharap dapat menjalin kerjasama yang harmonis, mewujudkan berbagai hal yang baik\u201d. Kedua Pimpinan GAPPRIST menjawab sambil tersenyum, \u201ctentu akan kami pertimbangkan dan penuhi pada saatnya nanti\u201d. Demikian akhir perbincangan, ke dua tokoh pergerakan Jabar Pasau dan A. Dj. Abdullah mohon diri, berdiri dan berjabat tangan dengan saling menghormati antara keduanya.
Kemudian dengan jalan pintas beberapa pemuda dari Kampung Baru, diantaranya Sulaeman Asnawi, Bachren, Masyhuddin, Abdullah Asur, Abdullah Sikopa, Firdaus, dll. dibawah Pimpinan Abd. Rahman dari Ambon, membentuk organisasi gerilya bernama Kemerdekaan Indonesia Lekas Tercapai (KILAT) dengan maksud akan menyerbu Tangsi KNIL di Besusu pada tanggal 8 Agustus 1948 jam 8 malam, setelah diadakan hubungan dengan Hi. Daeng Pawindu di Pevunu. Sebelum rencana penyerbuan, tokoh-tokoh itu ditangkap dan ditahan di Tangsi tersebut. Beberapa bulan di tahan, kemudian tokoh-tokoh itu disidangkan di Pengadilan Palu. Yang bertindak sebagai Hakim adalah Marsuki dari Donggala. Masyhuddin diancam hukuman 1 tahun dan Pimpinan KILAT divonis hukuman penjara di Palu. Kemudian Pimpinan Gerilya ini melarikan diri ke Makassar pada tahun 1950, disusul oleh Masyhuddin yang mengikuti Kapten Syachbudin Malewa, bertemu dengan Abdurachman berpangkat Kopral TNI/AD di Makassar.
Memasuki tahun 1948, perjuangan dan perlawanan rakyat menunjukkan kemajuan. Para pejabat terutama magau-magau dan aparatnya, telah memikul senjata dengan kesadaran perlawanan mereka tidak seimbang. Perlawanan rakyat sungguh melumpuhkan jalannya Pemerintahan. Persatuan rakyat semakin erat, taat pada Pemimpinnya. Dengan perlawanan itu, kedudukan NICA menjadi semakin surut dan mendekati jurang kegagalan. Di balik itu semua, hubungan daerah dengan Pemerintah Pusat menunjukan perkembangan yang cukup pesat, ketaatan rakyatpun semakin teguh. Media cetak seperti halnya surat kabar, majalah-majalah yang diterbitkan Gerakan Perjuangan PENA dari Jawa, tidak putus-putusnya menyebarkan informasi pergerakan ke tanah Kaili yang nota benenya Lembah Palu Sulawesi Tengah. RRI Regional Palu sebagai media informasi, terbatas hanya pada pendengar petugas-petugas resmi saja. Walaupun demikian, keinginan rakyat terhadap suguhan informasi radio, setiap malam mereka berbondong-bondong puluhan kilometer ketempat-tempat radio-stasiun, mendengar berita-berita pusat untuk menjadi pegangan mereka.
Gelora Pergerakan Rakyat Indonesia menerobos sampai menyentuh pegawai-pegawai negeri dan guru-guru negeri. Sehingga tanggal 6 Juni 1949 terbentuklah Organisasi Masa Besar yang terdiri dari Pegawai Negeri baik tingkat Pusat maupun Daerah, Organisasi Guru dan lainnya.
Persatuan Pegawai Indonesia disingkat PERPI, dipimpin oleh Ketua I Made Geria dan Sekretaris M. Dj. Abdullah, dalam waktu singkat dapat menghimpun seluruh Pegawai yang berada di Kota Palu dan sekitarnya.
Sayap kiri PERPI pun dibentuk, dengan nama Persatuan Para Isteri dan Pegawai Wanita : Isteri Sadar berpusat di Palu. Persatuan Isteri Sadar dipimpin oleh Ketua Dokter Gerungan dan Sekretaris Ny. Amina Janggola. Kedua organisasi ini maju dengan pesatnya, baik bergerak di bidang sosial maupun olahraga. Hingga dalam waktu singkat, gerakkannya memberi kesan baik oleh rakyat.
Program kegiatan Istri Sadar terkesan langsung dikalangan wanita adalah ikut dalam pemberantasan buta huruf. Semboyan mengatakan bahwa \u201cbuta huruf\u201d adalah musuh Nasional, membuat gerakan ini secara sungguh-sungguh mendapat sambutan hangat di kalangan masyarakat, khususnya wanita. Hampir semua wanita di Palu, tua dan muda bahkan diantaranya isteri pejabat, ikut dalam kegiatan ini. Sebagai pimpinan dan pendidik ditunjuk Ny. S. Zubaidah Abdullah dan Kalsum Sunusi yang bekerja sama dengan Kepala Sekolah Rakyat (SR) Negeri II Palu, Larengi.
Kemudian dibulan Juli 1949, terbentuk Ikatan Persatuan Perjuangan Rakyat Indonesia disingkat IPPRI yang merupakan wadah berhimpun organisasi yang ada di Palu, mengakomodir berbagai kepentingan dalam bertindak, berpusat di Palu.
Di tengah-tengah kesibukan organisasi yang dipelopori oleh IPPRI di Palu Sulawesi Tengah, Pemerintah Negara Indonesia Timur membentuk Lembaga Demokrasi Badan Legislatif Tingkat Pusat, beranggotakan 2 orang di Makassar dan Tingkat Daerah Sulawesi Tengah 20 orang.
Dengan terbentuknya lembaga resmi yang merupakan Badan Legislatif, maka kesempatan ini memberikan keleluasaan bagi perjuangan rakyat di Sulawesi Tengah. Lembaga ini dipergunakan untuk kepentingan dan kelancaran perjuangan sebagai unsur demokrasi mencapai sasarannya. Secara kebetulan yang terbanyak menduduki Dewan Perwakilan Rakyat, baik untuk Pusat maupun Daerah Sulawesi Tengah adalah mereka yang berjiwa Republik. Hasil yang dipilih langsung oleh rakyat, melalui tingkatan wali pemilih yang berasal dari kampung-kampung, telah sadar dalam mempergunakan hak pilihnya.
Pemilihan anggota DPR Daerah Sulawesi Tengah dilaksanakan pada bulan Juli 1949. Wakil rakyat dilantik di Poso pada tanggal 30 Agustus 1949. Anggota Dewan inilah yang memindahkan kekuasaan dari tangan Assisten Residen Belanda ketangan Kepala Daerah Sulawesi Tengah. Dijelaskan bahwa memegang kekuasaan sebagai Kepala Daerah dan Ketua Dewan Raja-Raja yang terdiri dari 9 orang anggota untuk daerah Palu. Sehingga baik Badan Eksekutif maupun Legislatif, Fraksi Kaili sebagai Fraksi Barat, sangatlah disegani.
Dengan terbentuknya ke 2 Dewan itu, disamping gerakan rakyat memperjuangkan Negara Indonesia Timur (NIT) untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempermudah jalannya proses perjuangan Rakyat Merdeka.
Perjuangan rakyat di lembah Palu, digagas oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat baik di Tingkat Pusat maupun di Tingkat Daerah yang bakarjasama dengan Partai Politik, Organisasi-Organisasi Perjuangan Rakyat antara lain Ikatan Persatuan Perjuangan Rakyat Indonesia (IPPRI) yang ada, mengirim kawat kepada Wakil Daerah Sulawesi Tengah di Dewan Perwakilan Rakyat di Makassar, selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

\u201cI Made Geria/Binol DPR Empress Hotel Makassar Kami partai-partai Pergerakan Sulawesi Tengah di Palu koma Tavaeli koma Donggala dan Sigi, Dolo terdiri dari 29 Partai koma Memutuskan setuju dan menyokong adanya gerakan pembubaran NIT dengan segera dan terbentuknya Negara Kesatuan RI titik khas IPPRI\u201d


Palu 3 April 1950

Ttd

Rambing - Abdullah

Maksud kawat di atas tertanggal tanggal 3 April 1950 yang ditandatangani Rambing dan M. Dj. Abdullah serta para Pimpinan Partai dan Organisasi Masa di Palu, segera membentuk satu Penitia yang dikenal dengan Panitia Pernyataan 6 Mei 1950 di Palu. Pokok pangkalnya menyatakan bahwa Kabupaten Donggala di Palu keluar dari Daerah Kekuasan NIT. Rapat yang bertempat di kediaman Caco Idjasa, Kepala Pemerintahan Negeri Kewedanaan Palu dan dihadiri unsur Pemerintah, Kepolisian, Kepala-Kepala Jawatan baik horosontal maupun vertikal, anggota DPR Pusat dan daerah, Pimpinan Parpol, Ketua-ketua Organisasi, Tokoh-tokon masyarakat dan para pemuka agama yang ada di Palu dan sekitarnya.
Rapat dipimpin oleh Caco Idjasa dan yang menjadi Sekretaris Rapat M. Dj. Abdullah. Suara aklamasi memutuskan bahwa mendukung dan mempertahankan maksud kawat tertanggal 3 April 1950 tersebut dengan 29 Partai didalamnya, dipolopori IPPRI Palu.
Salah satu point rapat, mengutus P. A. Rambing untuk mengunjungi magau-magau Palu, Donggala, Tavaeli, Sigi, Dolo, Kulavi dan kemudian Parigi, meminta persetujuan magau-magau dalam wilayah masing-masing, mendukung serta ikut bertanggungjawab atas maksud kawat menuntut dibubarkannya NIT dan menggabungkan Lembah Palu Kabupaten Donggala dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berpusat di Jakarta.
Pada tanggal 5 Mei 1950 utusan P. A. Rambing, dkk. Melaporkan pada Pimpinan Caco Idjasa atas dukungan magau-magau beserta rakyatnya diwilayah masing-masing, setuju pada kawat tertanggal 3 April 1950 dan mengakui serta ikut bertanggungjawab atas segala tindakan selanjutnya.
Menindaklanjuti persetujuan itu, maka pada Tgl. 6 Mei 1950, Caco Idjasa mengumumkan dalam rapat lanjut dihadapan para pejabat dijajaran Instansi, tokoh pendidik, tokoh masyarakat, Partai Politik, Pemuda serta unsur kepolisian yang ada di Palu. Beliau membacakan sebuah konsep Maklumat yang mendapat persetujuan dengan suara bulat dari semua hadirin.
Wujud dan Keputusan rapat akbar ini, dicetuskanlah Pernyataan 6 Mei 1950 yang dikirim kepada :
1.\tPemerintah Pusat Negara Indonesia Timur di Makassar;
2.\tPemerintah Daerah Sulawesi Tengah di Poso dan semua media cetak (surat kabara) yang ada di Palu, sebagai usaha mempublikasikan dan mengumumkan kepada seluruh rakyat Sulawesi Tengah. Adapun isi Maklumat itu, sebagai berikut :

M A K L U M A T

Pucuk Pemimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR) \t:
1.\tMulai 6 Mei 1950 jam 7 pagi, tiga Kerajaan Palu Sigi, Dolo dan Kulavi beserta seluruh rakyatnya memproklamasi dengan ini \u201ctelah melepaskan diri dari Negara Indonesia Timur dan mengabungkan diri dengan Republik Indonesia\u201d;
2.\tSegala urusan Pemerintah harus melalui pucuk Pimpinan BKR.
3.\tSegala urusan umum tetap berjalan seperti biasa, umpamanya urusan pemerintahan, sekolah-sekolah, toko-toko harus dibuka, penjualan kepeluan hari-hari di pasar harus berlaku seperti biasa;
4.\tKalau masuk dan keluar Onder Afdeeling Palu harus dengan izin dari BKR, permintaan ini boleh disampaikan dengan surat atau fonogram;
5.\tJam malam mulai dari jam enam petang sampai jam lima pagi;
6.\tKeamanan dijaga oleh Polisi Republik Indonesia dan Badan PKR (Penjaga Keamanan Rakyat);
7.\tPemeriksaan rumah-rumah dan bangunan-bangunannya hanya boleh dilakukan oleh mereka yang memegang surat izin dari ketua BKR;
8.\tSegala senjata api termasuk juga senapan angin berkaliber 5 \u00bd harus diserahkan dalam tempo tiga hari sampai 9 Mei 1950 pukul 12 tengah hari dan yang bersangkutan akan diberikan surat tanda terima;
9.\tDiserukan kepada umum untuk membantu menjaga keamanan;
10.\tJam malam tidak berlaku bagi mereka yang memegang surat izin istimewa dari pucuk pimpinan BKR;
11.\tPelanggaran-pelanggaran terhadap ini akan dilakukan tindakan keras;
12.\tS e l e s a i.

Palu, 6 Mei 1950
Penjaga Keamanan \t: Pucuk Pimpinan
Bahagian Polisi Ttd \t: Lumowa\t
Bahagian BKR Ttd\t: R. Soengkowo.
Ttd \t: Caco Idjasa

Setelah pernyataan dicetuskan pucuk Pimpinan BKR sebagai Pimpinan Darurat Daerah Republik Indonesia, memerintahkan menjamin keamanan para petugas yang berkebangsaan Belanda, seperti HPB Kepala Kepolisian Inspektur Loppy, Kepala Kehutanan Sitrop dan Direktur SMP. Mereka masing-masing tinggal dengan tenang di kediamannya dalam penjagaan PKR sebagai APRIL darurat sampai pada saat mereka diberangkatkan berkumpul di Poso dengan teman-temannya.
Untuk selengkapnya Badan Pemerintah Darurat Daerah Republik Indonesia di Palu adalah :
I.\tBadan Eksekutif ialah Badan Keamanan Darurat (BKR) yang merupakan Dewan Pemerintahan Daerah R.I. Darurat di Palu. Pucuk Pimpinan dipegang oleh Ketua Caco Idjasa, sedang anggota Dewan Pemerintah terdiri dari Kepala-kepala Swapraja Palu, Sigi, Dolo dan Kulavi serta para Kepala-kepala dalam wilayah Palu.
II.\tBadan Legislatif sebagai unsur demokrasi dalam Pemerintahan R.I Darurat ini dibentuk Komite Nasional Indonesia (KNI). Yang dipilih menjadi Ketua adalah I Made Geria. Anggota-anggotanya terdiri atas wakil-wakil Partai Politik dan Tenaga Ahli Pemerintahan (Kepala- Kepala Jawatan).
III.\tYang menjaga keamanan rakyat diserahkan kepada Pemuda bersenjata sebagai APRI Darurat, diasramakan dalam satu markas sebanyak 1 Batalion kemudian disebar di Pos-pos Tavaeli, Biromaru, Dolo, Kaleke, Sidondo, Sibalaya, Pakuli, Kulavi, 4 penjuru masuk di Ibukota Palu, pelabuhan Vani dan Parigi. Keamanan dijamin bersama dengan Polisi R.I. Darurat. Untuk ini diambil dari anggota Kepolisian NIT, atas kesepakatan dengan pimpinannya, diberi tanda dengan memakai Ikat Pinggang (Ban) Putih dan pada lengan baju Dinas sebelah kiri bercap PRI.
Sebagai Pimpinan DPKN, Inspektur Pembanru Lumowa dan Awundatu, sedangkan Pimpinan/Komandan PKR ditunjuk R. Soekowo dan Hamza Sunusi. Wakil Kepala Staf M. Dj. Abdullah, Keuangan Yunus Sunusi, Publikasi Horas Siregar dan HM. Arsyad Incemaka. Perhubungan, Stasiun-Radio, Kantor Pos, Angkutan Kendaraan dan semua bahan bakar, dalam pengawasan BKR.
Untuk menjamin konsumsi PKR, diadakan dapur umum di luar kota yaitu di Biromaru yang bekerjasama dengan Perwani. Bahan pokok dan angkutan untuk ini, disediakan dari Pusat di Palu.
Dalam tugas sehari-hari, maka BKR dapat memenuhi seruan dari Panitia Kongres Besar Rakyat se Indonesia Timur, di Ketuai Lanto Daeng Pasewang di Makassar dengan mengirim 2 orang utusan, Z.A. Betalemba dan Yondi Maranua, bulan Juni 1950.
Kemudian menyusul 2 utusan yang disiapkan membawa Laporan kepada Pimpinan Kongres Besar Rakyat se Indonesia Timur, R. Soaengkowo dan Yunus Sunusi. Para utusan membawa laporan lengkap, sekitar proses pencentusan pernyataan 6 Mei 1950 dan menggambarkan situasi terakhir.

Palu dan Pemerintahannya
Semula wilayah Kotamadya Palu yang selanjutnya disebut Tanah Kaili dengan Ibukotanya Palu, memberlakukan Sistem Pemerintahan Adat Raja-Raja (Magau-Magau).
Sebelum Belanda masuk di wilayah ini, Palu terdiri atas beberapa Kerajaan atau disebut juga Swaparaja. Sampai tahun 1956, Swapraja itu tetap ada walaupun kekuasaannya tidak segemilang tahun-tahun sebelumnya.
Swapraja-swapraja itu terdiri dari Swapraja Palu, Sigi, Tavaeli dan Banava. Dibawa Swapraja (Kerajaan) ada yang dinamakan Distrik dan kemudian dibawahnya lagi dinamakan Kampung. Swapraja dikepalai oleh seorang Magau (Raja), Distrik dikepalai oleh seorang Madika dan Kampung dikepalai oleh seorang Kepala.
Pemerintahan Swapraja Tanah Kaili memiliki 3 Badan yang dikenal dengan :
1.\tPatanggota; Pemegang Kekuasaan yang merupakan manteri-menteri, berfungsi sebagai Badan Eksekutif yang terdiri dari 4 orang, yaitu :
\u2022\tPunggava sebagai Menteri Dalam Negeri
\u2022\tPabicara sebagai Menteri Penerangan
\u2022\tBaligau sebagai Menteri Luar Negeri
\u2022\tGalara sebagai Menteri Kehakiman
2.\tPitunggota; Pemegang Kekuasaan yang merupakan manteri-menteri, berfungsi sebagai Badan Legislatif yang terdiri dari 7 orang dan mempunyai 7 daerah kekuasaan sendiri-sendiri, seperti daerah kekuasaan di Banava berikut ini :
\u2022\tGanti, dikepalai oleh Aru Ganti; Lamarauna
\u2022\tLero, dikepalai oleh Aru Lero; Impolu
\u2022\tKabonga, dikepalai oleh Aru Kabonga; Laduku
\u2022\tToaya, dikepalai oleh Aru Toaya; Daeng Bone
\u2022\tKola-Kola, dikepalai oleh Aru Kola-Kola; Lawado
\u2022\tTovale, dikepalai oleh Aru Tovale; Makarumpa
\u2022\tBale, dikepalai oleh Aru Bale; Lamalende
Pantoloan tidak termasuk daerah Pitunggota, akan tetapi ditempat ini Magau Banava V Makagili atau Pue Ngeu dilahirkan. Demikian pula halnya dengan Banava yang terletak 8 Km dari Donggala, merupakan tempat kelahiran Magau Banava VI, Lasa Banava. Menurut keterangan nama Kerajaan Banava diambil dari nama Magau ini.
Disamping 7 daerah kekuasaan Pitunggota yang telah disebutkan di atas, terdapat 3 daerah lagi yang masuk dalam lingkungan Kerajaan Banava, tetapi masing-masing daerah itu mempunyai Magau sendiri yaitu Balaesang, Dampelas dan Sojol.
Dalam Pemerintahan Hindia Belanda, ke tiga daerah ini disatukan menjadi satu Distrik yaitu Distrik Banava-Utara. Tahun 1955 mengingat terlalu luasnya dan sesuai tuntutan rakyat agar Pemerintahan di daerah dapat berjalan lancar, daerah ini dibagi menjadi 2 Distrik yaitu Distrik Banava dan Distrik Balaesang, masing-masing berkedudukan di Sabang dan Tambu. Dan tidak mustahil kelak akan ada pula tuntutan, memekarkan Distrik Banava-Sojol, sesuai dengan sejarah dari 3 daerah itu.
3.\tValunggota; Pemegang Kekuasaan yang merupakan manteri-menteri, berfungsi sebagai Badan Eksekutif yang terdiri dari 8 orang.
Susunan Pemerintahan Swapraja (Kerajaan) Tanah Kaili pada masa magau-magau (raja-raja) yang ditetapkan adat, yaitu :
\u2022\tMagau (Raja) ; dipilih dan dilantik secara adat.
\u2022\tMadika Malolo (Wakil Magau) ; Magau Muda yang dipilih dengan syarat pemilihan sama dengan Magau.
\u2022\tMadika Matua (Perdana Menteri) ; diangkat dan diberhentikan oleh Magau atas persetujuan Badan Patanggota :
-\tPunggava (Menteri Dalam Negeri)
-\tPabicara (Menteri Penerangan)
-\tBaligau (Menteri Luar Negeri)
-\tGalara (Menteri Kehakiman).
\u2022\tTadulako (Menteri Pertahanan dan Keamanan) ; diangkat dan diberhentikan oleh Magau atas persetujuan Badan Patanggota.
\u2022\tSabandara (Menteri Perhubungan Laut) ; diangkat dan dipilih oleh Magau.
Sesudah Pemerintahan fasisme Jepang bertekuk lutut kepada Pemerintah Sekutu, maka kembalilah Pemerintahan Kolonial Belanda dalam bentuk Pemerintahan NICA tahun 1946. Maka oleh Belanda dibentuklah suatu Pemerintahan Sulawesi Tengah yang terdiri atas Afdeeling Donggala dan Poso dengan ber Ibukota di Poso. Pembentukan Daerah Sulawesi Tengah ini, kemudian disusul dengan pembentukan D.P.R.S.T. dan Dewan Raja-Raja pada tanggal 31 Agustus 1949, dengan keinginan penerapan dasar-dasar demokrasi. Tetapi hakekatnya tidak lain daripada politik Kolonial Belanda semata-mata. Memang Pemerintahan NICA saat itu, membentuk Daerah Sulawesi Tengah dengan tujuan untuk dijadikan Daerah Pertahanan, bahkan akan dijadikan Irian Barat II.
Pemerintahan dalam bentukan ini tidak berjalan dengan baik, maka tuntutan anggota D.P.R.S.T. A.R. Pettalolo tertanggal 2 Agustus 1950 meminta agar Daerah Sulawesi Tengah dibagi lagi menjadi 2 Daerah Kabupaten, masing-masing bekas Afdeeling Donggala dan Poso dahulu.
Setelah Negara Republik Indonesia kembali dalam bentuk Kesatuan, maka Pembagian Daerah tersebut dilaksanakan dengan Beslit Gubernur Sulawesi, tertanggal 25 Oktober 1951 No. 663 bahwa Kabupaten Poso ber Ibukota di Poso dan Kabupaten Palu ber Ibukota di Palu.
Sejalan dengan usaha pembagian Daerah Sulawesi Tengah menjadi 2 Kabupaten, pada bulan Mei 1950 di Palu terjadi sebuah gerakan yang dipelopori Soengkowo, guru SMP Sawerigading. Gerakan ini, oleh pelopor-pelopornya mencoba pula mempengaruhi pemuda-pemuda di Donggala, agar mereka mau ikut serta dalam barisan pergerakan. Tetapi pemuda Donggala tidak menyetujui gerakan itu, karena selain kurang tepat juga bukan waktunya lagi. Peristiwa itu berakibat tegangnya hubungan antara tokoh pemuda Palu dan tokoh pemuda Donggala, sampai pada pembentukan Kabupaten Donggala dengan Ibukotanya Palu, masih dirasakan perdebatan-perdebatan dari ketegangan itu.
Untuk memperbaiki hubungan keduanya, maka dalam Sidang terakhir D.P.R.S.T. di Poso, dipelopori A.R. Pettalolo, dkk. diajukan lagi mosi tertanggal 14 November 1951 yang menuntut perubahan Beslit Gubernur Sulawesi tentang Pembagian Daerah Sulawesi Tengah, dengan ketentuan sebagai berikut :
\u2022\tNama Kabupaten Palu diganti dengan Kabupaten Donggala.
\u2022\tIbukota Kabupaten tetap di Palu.
Dengan demikian maka ke dua keinginan itu dapat terpenuhi.
Berdasarkan sejarah, kota Donggala dapat menjanjikan untuk dijadikan Ibukota Kabupaten, dan Kota Pelabuhan ini ramai disinggahi kapal-kapal besar serta menjadi Ibukota Afdeeling di zaman Hindia Belanda dahulu. Adanya Kemerdekaan, memberikan kemungkinan seluas-luasnya untuk bergerak maju mengejar ketertinggalan disegala bidang dan sektor. Dalam perluasan wilayah dan pengembangan tata kotanya, letak kota Donggala disektor ini masih menjadi pertimbangan besar untuk dijadikan tempat kedudukan Ibukota Kabupaten. Nama dari Kabupaten, diambil dengan pertimbangan sejarah Kota Donggala yang sangat besar pengaruhnya. Maka nama Kabupaten diambil dari nama Donggala menjadi \u201cKabupaten Donggala\u201d dengan \u201cIbukotanya Palu\u201d.
Setelah masa Kemerdekaan dan sejalan dengan penyusunan Pemerintahan Pusat sesuai Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1952 terbentuk Daerah Swapraja Tingkat II Donggala dan selanjutnya melahirkan Kota Administratif Palu dengan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1978. Kota Administratif Palu dibentuk tanggal 27 September 1978.
Dengan dikeluarkan UU No. 1 tahun 1957, maka dihapuslah Pemerintahan Swapraja. Selanjutnya dengan UU No. 29 tahun 1959 dan UU No. 13 tahun 1964 tentang terbentuknya Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Tengah, ditetapkan Kota Palu sebagai Ibukota Pemerintahan. Dengan demikian, Kota Palu berfungsi sebagai Ibukota Provinsi, Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Donggala dan Ibukota Kota Administratif Palu sendiri.
Untuk mengisi paragraf ini, terasa penting mencantumkan nama-nama Bupati Kepala Daerah dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sejak berdirinya sampai ditetapkan Ibukota Kabupaten Donggala menjadi Kota Administratif hingga Kotamadya Palu sebagai berikut :
1.\tIntje Naim Dg. Mangun\t\t\t\tperiode tahun 1952 \u2013 1954
2.\tRadjawali Mohammad Pusadan\t\t\tperiode tahun 1954 \u2013 1958
3.\tBidin\t\t\t\t\t\tperiode tahun 1958 \u2013 1960
4.\tD.M. Lamakarate\t\t\t\t\tperiode tahun 1960 \u2013 1964
5.\tH.R. Ticoalu\t\t\t\t\tperiode tahun 1964 \u2013 1966
6.\tAbd. Aziz Lamadjido, SH\t\t\t\tperiode tahun 1966 \u2013 1979
7.\tDrs. Galib Lasahido\t\t\t\tcartaker\t / 1979
8.\tDr. Yan Moh. Kaleb\t\t\t\tperiode tahun 1979 \u2013 1984
9.\tSaleh Sandagang, SH\t\t\t\tcartaker / 1984
10.\tDrs. Ramli Noor\t\t\t\t\tperiode tahun 1984 \u2013 1989
11.\tH.B. Paliudju\t\t\t\t\tperiode tahun 1989 \u2013 1994
12.\tDrs. Sahabudin Labadjo\t\t\t\tperiode tahun 1994 \u2013 1999
13.\tNabi Bidja, S.Sos. \t\t\t\t\tperiode tahun 1999 \u2013 sekarang
14.\tDrs. H. Kiesman Abdullah \t(Walikota Administratif) periode tahun 1989 \u2013 1994
15.\tH. Rully Lamadjido, SH\t(Walikota Palu) \t\tperiode tahun 1994 \u2013 sekarang
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah :
1.\tDjafar Lapasere\t\t\tDPRDS\t\tperiode tahun 1952 \u2013 1955
2.\tAndi Aksa Tombolotutu\t\tDPRDS\t\tperiode tahun 1955 \u2013 1958
3.\tDg. Mangera Gagaramusu\t\tDPRD-GR \tperiode tahun 1958 \u2013 1959
4.\tM. Alham\t\t\t\tDPRD-GR\tperiode tahun 1959 \u2013 1964
5.\tD.M. Lamakarate\t\t\tDPRD-GR\tperiode tahun 1964 \u2013 1966
6.\tRH. Z.A. Betalembah\t\tDPRD-GR\tperiode tahun 1966 \u2013 1968
7.\tS.I. Pontoh\t\t\t\tDPRD-GR\tperiode tahun 1968 \u2013 1969
8.\tKisman Yojodolo\t\t\tDPRD-GR\tperiode tahun 1969 \u2013 1970
9.\tAbu Lebu\t\t\t\tDPRD\t\tperiode tahun 1971 \u2013 1977
10.\tSahata Sinaga\t\t\tDPRD\t\tperiode tahun 1977 \u2013 1987
11.\tIgnatius Parianto\t\t\tDPRD\t\tperiode tahun 1987 \u2013 1992
12.\tA.R. Hartono\t\t\tDPRD\t\tperiode tahun 1992 \u2013 1997
13.\tDrs. Azwar Syam\t\t\tDPRD\t\tperiode tahun 1997 \u2013 1999
14.\tProf. Drs. H. Aminuddin Ponulele\tDPRD\t\tperiode tahun 1999 \u2013 sekarang
Berdasarkan ketentuan Kota Administratif Palu sebagai Kota Administrasi terbagi dalam 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan Palu Barat.
Sesuai dengan perkembangan yang ada, pada tahun 1994 Kota Administratif Palu ditingkatkan menjadi Kotamadya dengan UU No. 4 tahun 1994. Kemudian pada tanggal 12 Oktober 1994, Kotamadya Palu diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Yogi SM yang sekaligus melantik H. Rully Lamadjido, SH sebagai pejabat Walikotamadya Pertama.\uf03c





Foto : dewan adat pitunggota




























Foto : pose di gedung juang




























Daftar Bacaan



Alb. C. Kruyt. 1938. De West Toradjass Op Midden-Celebes. Uitgevers : Amsterdam.
____________. 1898. Van Poso Naar Parigi En Lindeoe.
Andi Mas Ulun La Parenrengi Lamarauna. 1992. Sejarah Terbentuknya Daerah Tingkat II Donggala. Yayasan Pudjananti Indonesia : Palu.
Bernet Kempers. 1959. Ancient Indonesia Art. Bosch.
Daeng Patiro Laintagoa. 1982. Sejarah Indonesia. Untad : Palu.
F.D.K. Bosch. 1933. Het Brosen Budha-Beeld van Celebes westkust. TBG-73.
G. Coedes. 1949. Les Etat Hindoneses d\u2019Indochine et d\u2019Indonesie.
Indra B. Wumbu, dkk. 1973. Naskah Penggalian Kesenian di Sulawesi Tengah. P & K : Palu.
Kebijaksanaan KONKER. 1969. Direktorat Bahasa dan Kesustraan Dirjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Yokyakarta.
Mattulada. 1991. Antropologi Indonesia. Gagasan. 48 Tahun XV Januari-April: Palu.
M. Masyhuda. 1971. Bahasa Kaili Pamona. Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah: Palu.
____________. 1994. Bunga Rampai Arkeologi di Sulawesi Tengah I. Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah: Palu.
Majalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia. Oktober 1964. Jilid II Nomor 3. Yayasan Penerbitan Karya Sastra, Ikatan Sarjana Sastra Indonesia dengan Bantuan Departemen Urusan Penelitian Nasional: Jakarta.
MJ. Abdullah. 1975. Mengenal Tanah Kaili. Bapparda Sulteng: Palu.
NJ Kron. 1931. Hindoe, Javaasche Geschiedenis.
Syahruddin Kasseng, dkk. 1978. Bahasa-Bahasa di Sulawesi Tengah. Depdikbud: Palu.
Valentijn. 1724. Oud Osst India "Menyebut Tentang Palu dan Biromaru".
Wiyono Yudoseputro. 1986. Ilmu dan Teknologi. Tempo 15 November: Jakarta.

Free picture PMZ; Zaman Pemerintahan dan Kemerdekaan di Palu integrated with the OffiDocs web apps


Free Images

Use Office Templates

×
Advertisement
❤️Shop, book, or buy here — no cost, helps keep services free.